Wednesday, January 20, 2010

Layar Perak: Akhirnya Ada Website Film Indonesia Yang Baik Dan Benar



Jarang ada film Indonesia yang bagus, semakin jarang pula website film yang bagus. Sampai Rumah Dara mengusung promosinya ke ranah maya. Dari yang sebelumnya hanya pakai blog, kini menjadi semakin mantap dengan label www.rumahdara.com.

Memasuki halaman awal, bisa langung terlihat dua karakter awalnya Shareefa Danish dan Julie Estelle beradu muka. Di bagian tengah, masih di halaman pembuka, trailernya bisa kita stream untuk siap-siap menonton film paling berdarah yang pernah dibuat di Indonesia.

Melanjutkan ke halaman berikutnya juga semakin menyenangkan. Dengan aplikasi flash, bisa dilihat cuplikan keluarga gila di masa ketiga anaknya masih anak-anak. Lagu retro sebagai latar belakangnya semakin membuat bulu kuduk merinding.

Selain itu juga tersedia wallpaper keren yang siap didownload dan pengenalan karakter. Navigasinya juga sederhana tidak bikin pusing kepala.

Dari keseluruhan, website ini berhasil menjaga atmosfer horor yang akan dibawa sampai ke ruang gelap bioskop. Sebentar lagi kita buktikan, apakah benar film ini bisa membuat perut mual.

Hip Master

Layar Perak: Poster Rumah Dara Untuk Pasar Indonesia


Kami memang antusias dengan akan diputarnya Rumah Dara di jaringan bioskop di Indonesia. Saking antusiasnya kami berkomentar terhadap poster barunya yang akan dipajang di ruang tunggu bioskop.

Rupanya untuk peredaran di Indonesia, terjadi kompromi dalam hal poster. Poster-poster lamanya tidak lagi dipakai dan digantikan dengan yang terbaru. Poster yang terbaru memajang Shareefa Danish yang teramat pucat diadu dengan Julie Estelle yang bersimbah peluh sambil membawa parang panjang. Kami sempat terbengong-bengong terheran-heran.

Poster yang baru ini seakan mengolok-ngolok intelegensia penonton film di Indonesia. Terlalu takut pasar tidak bisa menyerap pesan yang dicoba disampaikan, mereka merasa perlu untuk menampilkan parang dan darah untuk menunjukkan ini adalah film horor. Ditambahkan lagi dosis horor dengan mengetikkan tag line "Horor Menemukan Seorang Ibu." Ya ya ya kami secara jelas mendapatkan pesannya kalau ini adalah film horor berdarah-darah melebihi dosis yang pernah ada sebelumnya.

Memajang Julie Estelle juga menjadi kiat pemasaran untuk menjelaskan dengan gamblang bahwa dalam film ini akan ada makhluk cantik yang akan dikejar-kejar dan beradu fisik dengan makhluk seram pucat. Julie Estelle Vs Shareefa Danish, dan kalian masih ingin lebih? Jangan terlalu serakah lah.

Kami lebih suka poster lama yang mengedepankan muka-muka keluarga sinting haus darah. Tetapi ternyata ini tidak bisa diterima oleh mereka yang ingin agar film ini lebih banyak ditonton di Indonesia. Cantik dan berdarah, adalah formula terprimitif untuk menarik penonton horor.

Not-so-pink Chick

Wednesday, January 13, 2010

Gig Gossip: Firehouse Ini Sebenarnya Jadi Atau Nggak Sih?


Yang satu ini mulai annoying. Kami sudah lupa, untuk keberapa kalinya kami harus merevisi tanggal pertunjukan Firehouse di beberapa kota di Indonesia. Sekali lagi dan kemungkinan tidak untuk terakhir kalinya, tanggal pertunjukan bergeser.

Informasi yang kami dapat, jadwal berpindah ke bulan Maret. Yang tadinya cuma beberapa kota jadi 10 kota. Belum jelas tanggal kota pastinya.

Kalau begini terus, bisa-bisa jadi seperti cerita anak teriak serigala. Calon penonton sudah tidak percaya lagi dengan revisi jadwal, bahkan mulai bingung yang kemarin jadi atau ngak ya, terus yang ini bakal digeser lagi nggak ya. Tapi juga namanya bisnis pertunjukan, semua bisa saja terjadi.

Old Skuller

Review Film - Avatar


Mendapatkan tiket Avatar cukup sulit, apalagi kami ngotot untuk menonton format 3D. Kengototan kami membuat peluang semakin kecil karena bioskop yang menyediakan format 3D jauh lebih sedikit. Pernah kami sudah mengantri cukup panjang, dan ketika sudah berada di depan mbak penjual tiket, kami mendapati semua kursi sudah penuh dan ditawarkan untuk jam pertunjukan berikutnya. Karena kami malas berlama-lama dalam mal karena dapat memperuncing kecenderungan kami untuk lebih banyak berbelanja, maka kami segera tarik undur pulang.

Sampai perjuangan dan doa kami terjawab. Pada suatu hari yang cukup cerah, di suatu mal terbesar di Jakarta, kami sampai lagi di depan mbak penjual tiket. Layar komputer menunjukkan kursi yang tersisa hanya tinggal yang terdepan. Karena perjuangan kami sudah pada puncaknya, maka kami nekad saja mengambil baris terdepan menghadapi layar besar.

Walhasil, pada menit-menit pertama kami sempat pusing melihat gambar yang bermunculan keluar dari layar. Setelah mata beradaptasi, baru kami bisa lebih menikmati layar besar terbentang di depan.

Untuk lebih mempersingkat panjang posting ini, maka kami melewatkan bagian cerita. Seperti kami duga sebelumnya, cerita yang diusung Avatar ya gitu deh. Bumi kehabisan sumber energi, dengan ketamakannya menginvasi planet lain untuk mencari sumber energi, dan jagoan kita yang berpindah sisi membela kaum Na'vi bukanlah cerita revolusioner, serevolusioner teknologi yang dipakai James Cameron dalam mewujudkan mimpinya.

Para pecinta efek spesial akan mengalami mimpi basah berulang-ulang tanpa harus tidur saat melihat alam rekaan sutradara Aliens ini. Para penggemar aksi juga tidak akan melepaskan matanya dari layar menonton perang kaum Na'vi Vs manusia.

Di antara cerita yang begitu-begitu saja dan efek spesial yang mewah, terdapat James Cameron yang dengan rapi menuturkan ceritanya. Kami begitu gampang menurut dibawa alur cerita perjalanan Jack Sully ke planet Pandora sampai kami merasa proses adaptasi Jack Sully menjadi kaum Na'vi terlalu panjang dan kami tersadar, ceritanya gini aja nih. Tapi James Cameron sangat pintar membawakannya. Segala yang berada di layar adalah orkestrasi yang telah diperhitungkan dengan detil sebelumnya.

Alam plant Pandora yang seakan-akan dapat kami raih dengan tangan, membuat kami terbuai. Kami benar-benar merasa di dalamnya. Efek spesial di sini melenting ke tahapan yang selanjutnya, yaitu menciptakan realitas virtual, yang hanya bisa dinikmati dalam format 3D. Efek spesial bukan lagi menjadi sekedar jualan kemewahan tapi sudah menyatu dalam filmnya.

Ada untungnya menonton di barisan terdepan. Kami merasa sangat dekat dengan alam fantasi yang menghabiskan ratusan juta dolar dalam pembuatan. Bahkan ketika sudut pandang diambil dari balik kaca helikopter atau di balik helm penyangga dara, kami benar-benar merasa di dalamnya. Untuk menggambarkan betapa kami terbawa dalam dunia Avatar, kami sempat terpekik kaget ketika satu buah granat meluncur keluar layar.

Dengan segala kelebihan untuk menutupi kelemahan, yang kami juga menjadi memaafkan kelemahan tersebut, Avatar bukanlah film terbaik sepanjang jaman, bahkan bukan yang terbaik di tahun 2009. Tapi jelas Avatar masuk ke dalam deretan film yang memancangkan tonggak sejarah, karena terobosan teknologinya membuat kami merasa segan untuk menonton film berformat 2D. 3D adalah masa depan, dan ini dipastikan lewat Avatar.

Not-so-pink Chick

Layar Perak: Akhirnya Rumah Dara Punya Tanggal Tayang


Sejujurnya, kami sudah putus harapan mau menonton Rumah Dara di layar besar. Tanggal tayang perdana yang semakin hilang tidak jelas, membuat hanya bisa berharap semoga nanti akan ada format DVD-nya.

Tapi kalau memang barangnya bagus, pasti ada jalan. Baru-baru ini kami mendapat kabar Rumah Dara akan pertama kali ditayangkan ke publik, maksudnya benar-benar dijual tiket untuk khalayak luas bukan cuma pengunjung festival film, pada tanggal 22 Januari. So it's gonna be a horror weekend. Sebuah awal yang bagus di 2010.

Hip Master

Tuesday, January 12, 2010

Tayang Televisi: Indonesian Idol Dengan Juri Lebih Muda Tapi Belum Tentu Bisa Berkomentar Menarik


Mengikuti American Idol, terjadi juga pergantian juri di Indonesian Idol. Paula Abdul pasti tidak lagi menjadi juri digantikan oleh komedian Ellen Degeneres. Simon Cowell juga sudah mengeluarkan pernyataan menyebutkan ini adalah American Idol terakhir baginya.

Di ajang Indonesian Idol, wajah Indra Lesmana digantikan oleh muka tua juga, Erwin Gutawa. Sedangkan ibu yang baik hati Titi DJ, akan dioperasi plastik habis-habisan dengan muka muda dan segar, Agnes Monica. Sejauh pemantauan online, tidak ada protes terhadap pemilihan Erwin Gutawa, karena dianggap sebagai musisi senior. Masih ada yang protes kenapa Anang belum diganti, soale kelihatan ndeso gitu lho. Tapi kasih tempat lah buat Anang, apalagi setelah cerai dengan KD. Agnes Monica, hmmmm......ini unik. Terjadi pecah perang saudara antara pro dan kontra. Ada yang teriak Agnes masih terlalu anak kecil untuk disandingkan dengan senior, yang pro membalas: emang situ siapa ngatain Agnes anak kecil? She is young and rich, beat that!

Indonesian Idol mengalami penurunan rating semenjak acara ini pertama diluncurkan. Diperkirakan sangat jauh penurunannya. Ini juga terjadi karena eksploitasi habis-habisan yang membuat penontonnya sebal, termasuk ajang spektakuler yang durasinya bisa molor ke mana-mana karena jumlah iklan bertaburan. Selain itu, penonton lama mulai bosan karena tidak ada yang baru dan penonton baru tidak terkumpul karena tidak ada yang segar. Erwin Gutawa akan mewakili golongan tua yang memerlukan sosok tua untuk memberi wejangan. Agnes Monica akan menarik segmen muda karena mereka tidak ingin menonton orang tua yang pura-pura kelihatan keren.

Tapi yang perlu dinantikan adalah bagaimana para juri baru akan berkomentar, apa lagi ini pekerjaan utama mereka. Selain performa dari kontestan Indonesian Idol yang sebagian besar pasti akan biasa saja dan hanya akan muncul pertunjukan bagus dalam hitungan jari, komentar para juri yang membuat serial ini menarik. Komentar Anang, ya gitu deh, dengan mencoba masuk ke area teknis. Indra Lesmana dan Titi DJ juga sama, mereka memberikan komentar yang teknis, walaupun kami yakin seyakin-yakinnya mereka sudah berusaha keras menghindari komentar teknis dan sudah sering ditegur oleh produser acara. Apakah Erwin dan Agnes akan tergelincir ke komentar yang sama? Belum tahu karena terus terang kami belum tahu sisi unik dari mereka kalau berbicara.

Pilihan American Idol ke Ellen Degeneres menjadi sangat logis sekarang. Ellen bukanlah penyanyi dan tidak bisa menyanyi. Tetapi Ellen dikenal bisa memilih kata-kata yang cerdas dan mungkin akan mengundang tawa. Ini yang ditunggu oleh penonton. Lagipula untuk menjadi juri juga tidak harus mereka yang berpengalaman dibidang tarik suara.

Intinya adalah pembuat acara akan berpikir bagaimana agar acara akan lebih banyak ditonton dan bisa memberikan pemasukan iklan. Indonesian Idol seharusnya sudah belajar banyak dari sekian banyak season. Kalau kontestannya hanya bisa menjual sensasi sesaat dan tidak menghasilkan album hit, maka kembali ke pilihan pertama, jurinya harus kelihatan keren.

Tiba-tiba merindukan komentar Muthia Kasim. Tiga juri dengan komentar yang sama bukanlah tontonan yang menarik.

Not-so-pink Chick

Whatever: 2010 Seharusnya Menjanjikan

Sudah seminggu lebih sedikit 2010 bersama kita. Seperti memang sifatnya waktu, terus berjalan tidak mau menengok ke belakang siapa saja yang tertinggal. Walau berjalan terus, awal tahun dekade baru ini masih merayap lambat. Seakan para artis terlalu lama mengambil liburan, mereka lupa untuk mengisi sisi otak kita yang sudah terlalu penuh disesaki sampah konsumerisme.

Kalau melihat dari tren berdasarkan sejarah, 2010 adalah awal dekade yang menjanjikan karya-karya bermutu dalam artian sebenarnya. Kilas balik dari tahun 1960-an memperlihatkan musik populer baru meledak, dan karena disebut sebagai musik pop maka keseragaman selera terjadi menyambut industri yang masih berbentuk bayi manis. Tahun 70-an memasuki era penambahan usia. Mulai muncul musisi dan pelaku film yang tidak hanya sekedar melayani apa yang diklaim oleh industri sebagai selera pasar. Terbit art rock yang kemudian dilibas punk, keduanya adalah penolakan terhadap industri yang mulai terlihat seperti pabrik dengan ban berjalan. Walaupun sukses secara komersial, film yang dirilis pada dekade berbunga-bunga ini dijadikan sebagai tolak ukur bagusnya film, The Godfather masih film mafia (atau keluarga) terbaik dengan cerita yang sebenarnya sederhana tapi dieksekusi secara brilian, Apocalypse Now menutup dekade ini dengan penyanggahan perlunya sebuah perang.

Memasuki tahun genap, 80-an adalah masa penuh warna dalam budaya pop dalam bungkus pop corn. Musik pop semakin deras dieksploitasi, musik di luar pop pun menjadi kepop-pop-an. Film Hollywood mulai merajalela mencengkramkan kuku di negara lain, di seluruh dunia. Proses cuci otak dimulai.

90-an adalah puncak dari segala-galanya arus penolakan, sebelum Internet masuk ke relung hidup dan mengakibatkan kekacauan yang belum bisa diselesaikan sampai sekarang. Artis indie bermunculan dan memutuskan arus utama. Mereka muncul dari mana saja, tidak peduli tempat mereka berasal. Selama di luar kebiasaan, maka mereka dianggap yang paling hebat. Hebatnya lagi, ledakan ini terjadi tanpa bantuan teknologi Internet. Entah dari mana tiba-tiba seseorang bisa sudah mendengar albu terbaru dari artis yang belum pernah kita dengar sebelumnya, dan entah bagaimana caranya seseorang bisa mendapatkan copy sebuah film cult yang dipuja di belahan dunia yang lain.

Milenium awal kembali ke era 80-an, bahkan tren di tahun tersebut dicopy ulang untuk diangkat kembali. 00-an bukanlah era yang terlalu menggembirakan. Teknologi membantu dalam lebih cepat menyebarkan informasi dan produk. Tetapi teknologi juga menggampangkan mereka yang belum benar bisa menciptakan sesuatu dan kemudian tiba-tiba menjadi pencipta. Walaupun jumlah pembajakan meningkat, tapi jumlah karya tidak juga berkurang, bahkan melonjak cepat. Untungnya masih ada pop indie yang menyelamatkan 10 tahun terakhir.

Tahun 2010 seharusnya adalah refleksi dari 00-an. Kita sudah hampir muak dengan timbunan tak berguna. Kita harus mengais-ngais untuk mendapatkan sesuatu yang belum tentu bagus benar. Era penolakan harus dimulai lagi. Siapkan dulu senjatanya, tidak perlu buru-buru. Untuk sesuatu yang bagus, kami bisa menunggu sedikit lebih lama.

Live@Loud Crew

Monday, January 4, 2010

Gig Gossip - Java Musikindo Terus Melaju, Akan Mendatangkan Kelly Clarkson


Di saat promotor lain membatalkan beberapa konser di awal 2010, justru Java Musikindo semakin menggila. Sampai bulan April ke depan, Java mengkonfirmasikan delapan konser akan digelar. Konfirmasi terakhir adalah Kelly Clarkson, diva American Idol, akan menggemparkan Jakarta tanggal 29 April.

Kelly Clarkson punya banyak hit, dan lulusan American Idol setelah mendapat cercaan dari Simon Cowel pastilah punya kualitas maut di dua sisi, vokal dan performa panggung. Konser ini bertujuan untuk memberikan hiburan sepenuhnya.

Kalau tidak punya uang yang berlebihan, kalau mau nonton konser pop yang oke, ini adalah satu-satunya konser yang layak ditonton tahun depan. Apalagi Britney Spears tidak ada konfirmasi akan memboyong tenda sirkusnya ke Jakarta tahun depan.

Hip Master
 

Copyight © 2009 Live@Loud. Created and designed by