Sudah seminggu lebih sedikit 2010 bersama kita. Seperti memang sifatnya waktu, terus berjalan tidak mau menengok ke belakang siapa saja yang tertinggal. Walau berjalan terus, awal tahun dekade baru ini masih merayap lambat. Seakan para artis terlalu lama mengambil liburan, mereka lupa untuk mengisi sisi otak kita yang sudah terlalu penuh disesaki sampah konsumerisme.
Kalau melihat dari tren berdasarkan sejarah, 2010 adalah awal dekade yang menjanjikan karya-karya bermutu dalam artian sebenarnya. Kilas balik dari tahun 1960-an memperlihatkan musik populer baru meledak, dan karena disebut sebagai musik pop maka keseragaman selera terjadi menyambut industri yang masih berbentuk bayi manis. Tahun 70-an memasuki era penambahan usia. Mulai muncul musisi dan pelaku film yang tidak hanya sekedar melayani apa yang diklaim oleh industri sebagai selera pasar. Terbit art rock yang kemudian dilibas punk, keduanya adalah penolakan terhadap industri yang mulai terlihat seperti pabrik dengan ban berjalan. Walaupun sukses secara komersial, film yang dirilis pada dekade berbunga-bunga ini dijadikan sebagai tolak ukur bagusnya film, The Godfather masih film mafia (atau keluarga) terbaik dengan cerita yang sebenarnya sederhana tapi dieksekusi secara brilian, Apocalypse Now menutup dekade ini dengan penyanggahan perlunya sebuah perang.
Memasuki tahun genap, 80-an adalah masa penuh warna dalam budaya pop dalam bungkus pop corn. Musik pop semakin deras dieksploitasi, musik di luar pop pun menjadi kepop-pop-an. Film Hollywood mulai merajalela mencengkramkan kuku di negara lain, di seluruh dunia. Proses cuci otak dimulai.
90-an adalah puncak dari segala-galanya arus penolakan, sebelum Internet masuk ke relung hidup dan mengakibatkan kekacauan yang belum bisa diselesaikan sampai sekarang. Artis indie bermunculan dan memutuskan arus utama. Mereka muncul dari mana saja, tidak peduli tempat mereka berasal. Selama di luar kebiasaan, maka mereka dianggap yang paling hebat. Hebatnya lagi, ledakan ini terjadi tanpa bantuan teknologi Internet. Entah dari mana tiba-tiba seseorang bisa sudah mendengar albu terbaru dari artis yang belum pernah kita dengar sebelumnya, dan entah bagaimana caranya seseorang bisa mendapatkan copy sebuah film cult yang dipuja di belahan dunia yang lain.
Milenium awal kembali ke era 80-an, bahkan tren di tahun tersebut dicopy ulang untuk diangkat kembali. 00-an bukanlah era yang terlalu menggembirakan. Teknologi membantu dalam lebih cepat menyebarkan informasi dan produk. Tetapi teknologi juga menggampangkan mereka yang belum benar bisa menciptakan sesuatu dan kemudian tiba-tiba menjadi pencipta. Walaupun jumlah pembajakan meningkat, tapi jumlah karya tidak juga berkurang, bahkan melonjak cepat. Untungnya masih ada pop indie yang menyelamatkan 10 tahun terakhir.
Tahun 2010 seharusnya adalah refleksi dari 00-an. Kita sudah hampir muak dengan timbunan tak berguna. Kita harus mengais-ngais untuk mendapatkan sesuatu yang belum tentu bagus benar. Era penolakan harus dimulai lagi. Siapkan dulu senjatanya, tidak perlu buru-buru. Untuk sesuatu yang bagus, kami bisa menunggu sedikit lebih lama.
Live@Loud Crew
Tuesday, January 12, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment