Thursday, October 15, 2009

Gig Report: LA Lights Indiefest

Mata ini shock karena melihat tata panggung ajang mahal buatan Djarum untuk lebih mempromosikan brand LA Light. Bukan kagum karena tatanan dua panggung bersebelahan, kala satu panggung dipakai maka satu panggung lainnya ditutup untuk setting. Penggunaan dua panggung ini menghilangkan waktu jeda sehingga pergantian band terus dapat berjalan. Tapi kembali lagi, shock bukan karena adanya dua panggung bersebelahan. Shock karena tata panggung yang aneh.

Kelihatannya, pembuat desain panggung ingin terlihat desain panggung yang keren, tapi melupakan kelayakan posisi pemegang instrumen dan kedekatan penonton dengan yang ditonton. Dari desainnya sendiri membuat artis dan band tidak nyaman. Panggung dibuat berundak dan berlubang di tengah dengan jembatan yang menuju panggung terdepan. dengan desain seperti kelihatannya hasil dari perpaduan pas antara event organizer yang lebih mempedulikan keinginan sponsor agar panggung kelihatan cantik dan pihak sponsor sendiri yang ingin panggung kelihatan indah di tayangan televisi. Padahal panggung live bisa saja biasa saja tanpa harus ada jembatan untuk ke arah lebih depan.

Dengan bentuk panggung seperti itu, maka para musisi pemegang instrumen akan berada jauh di belakang. Apalagi kalau instrumennya berkabel. Sedangkan vokalis yang idak menenteng alat lebih bebas ke depan, sendirian. Sungguh penataan seperti ini terlihat aneh dipandang. Untungnya The Bannery dan The Ataris yang vokalisnya sekaligus pemegang gitar punya inisiatif untuk memajukan mike-nya sampai ke depan.

The Bannery adalah band paling hot dalam daftar bintang lokal di festival ini. Baru berbekal satu album perdana mereka berhasil menggaet penggemar dengan cara-cara baru, termasuk mengajak penggemar membuat video bergaya dansa ala mereka. Di luar dugaan sound The Bannery di atas panggung jauh lebih baik daripada sound mereka di rekaman. Dalam CD, sound mereka terasa datar nyaris terdengar seperti band melayu yang mencoba untuk terdengar lebih modern walaupun akhirnya gagal. Di panggung, sound The Bannery lebih keras dan sanggup menggoyang penontonnya.



Rocket Rockers dan Pee Wee Gaskins adalah atraksi kebisingan, dalam arti yang sesungguhnya. Keduanya tidak sanggup memberikan sound yang tertata dan terdengar nyaman. Tampilnya kedua band ini seperti balapan menjadi siapa yang paling bising. Alhasil kuping kami kelelahan mendengar mereka yang coba-coba ngerock.

Raygun adalah band luar yang pertama kali tampil. Dengan satu lagu hit Just Because mereka memang baru di kelas pembuka. Sound yang terdengar buruk menjadi kendala mereka yang pertama. Tata panggung yang membuat pemegang instrumen mundur terlalu ke belakang ditinggalkan vokalisnya yang bergaya bak Mick Jagger muda, adalah kendala kedua. Secara penampilan, mereka tidaklah terlalu buruk. Bahkan gitarisnya akhirnya menjelajah ke depan panggung walaupun harus tergopoh-gopoh kembali ke belakang untuk mengganti efek gitarnya.

Lenka, walaupun bukan yang paling kami tunggu, tapi justru menjadi penampil terbaik malam itu. Menarik pemain instrumen ke belakang tidak menjadi masalah karena Lenka juga sibuk berinteraksi dengan pemain bandnya. Sound yang keluar dari atas panggung terdengar paling bening dan paling nyaman. Dan ternyata penantian penggemarnya pun tidaklah sia-sia. Begitu banyak penggemarnya yang bernyanyi bersama, termasuk lagu-lagu yang bukan hit. Lenka dengan manis maju mundur di panggung, membawakan indie pop dengan sempurna.

The Ataris adalah band yang paling banyak ditunggu, sementara penggemar Lenka langsung keluar tanpa mempedulikan The Ataris. Sayangnya penampilan The Ataris adalah anti klimaks. Hanya bertiga, mereka mensetiing sendiri soundnya tanpa teknisi, dan menghasilkan sound yang berantakan. Suara gitar nyaris tidak terdengar sehingga emosi yang muncul tidak maksimal. Ditambah dengan penataan lampu yang terus gelap. Entah itu permintaan The Ataris atau ada sabotase dari penyelenggara karena The Ataris adalah satu-satunya band yang tidak menyebutkan LA Light di atas panggung. Gangguan yang muncul di atas panggung membuat kami sulit untuk puas dengan penampilan The Ataris. Trek-trek anadalan seperti So Long Astoria, Unopened Letter To The World dan San Dimas terasa lewat begitu saja. Band punk rock modern ini tidak bisa memuaskan kami.

Hip Master

No comments:

Post a Comment

 

Copyight © 2009 Live@Loud. Created and designed by