Tuesday, April 13, 2010

Gig Report: Misfits Live di Jakarta

Setelah melewati antrian panjang sementara dua lagu sudah dimainkan semenjak kami di luar, kami akhirnya masuk ke dalam Dome. Langsung saja crew L@L tercerai berai. Old Skuller langsung merangsek ke depan, dan Hip Master memutari arena karena menemukan konser punk kali ini didatangi cukup banyak wanita yang biasanya tidak pernah muncul di konser lainnya. Sementara saya terjebak dengan memegang kamera Flip Video untuk mendokumentasikan beberapa lagu.

Kekhawatiran itu terjadi. Bukan rusuhnya konser punk, tapi sound yang bising. Pengalaman menonton band di Dome sebelumnya membuat kuping ini cukup sakit. Suara yang keluar didefinisikan sebagai bising, karena suara yang memantul.

Jerry Only yang seakan tidak peduli dengan kacaunya sound yang didengar penonton, terus ngebut menggeber lagu-lagunya. Seperti janjinya sebelumnya, lagu-lagu Misfits dari era klasik sampai yang lebih modern dibawakannya. Penonton yang tahu persis lagunya ikut menggoyangkan Dome, baik itu berasal dari album lama maupun terkini.

Sambil menampar bass yang berkepala tengkorak, Jerry terus menyanyi seperti sedang dikejar ratusan banteng marah di belakangnya. Dia tidak pernah melihat ke belakang, dan juga jarang menengok ke teman main di sampingnya. Komunikasi dengan penonton juga teramat minim. Paling dia hanya menyebutkan judul lagu dan kemudian lanjut bermain dan bernyanyi.

Dez Cadena yang memegang gitar baru mengambil posisi vokal kalau nomor dari Black Flag dimainkan. Walaupun juga tidak banyak bergerak seperti Jerry Only, tapi Dez lebih bergerak daripada Jerry. Di penghujung konser dia mendekat ke drum, dan itu adalah jarak paling jauh yang pernah dia lakukan di atas panggung.

Nomor-nomor yang ditunggu, seperti Death Comes Ripping, Die Die Die My Darling dan Green Hell disimpan di penutup acara. Selama hampir satu setengah jam, trio ini ngebut memuntahkan puluhan lagu yang saya juga sudah tidak peduli berapa banyak lagu mereka mainkan.

Bagi penggemar punk, malam itu seperti melihat dewa turun ke bumi. Apa pun yang dilakukan oleh tiga orang itu di atas panggung adalah pentasbihan bahwa mereka telah bertemu dengan legenda.

Bagi yang tidak terlalu peduli dengan punk, malam itu adalah kebisingan dan kebosanan karena trio ini tidak banyak melakukan aksinya di atas panggung. Ngebut, ngebut dan ngebut. Kalau ngebut, maka yang benar-benar suka yang bisa menikmatinya.







Not-so-pink Chick

No comments:

Post a Comment

 

Copyight © 2009 Live@Loud. Created and designed by