Tuesday, November 10, 2009

Review Album: Pearl Jam - Backspacer


Pertanyaan yang timbul saat pertama kali memegang album terbaru dari Pearl Jam ini di tangan adalah apakah Backspacer masih bisa mengikuti selera anak muda? Kemudian kami kembali berpikir, Pearl Jam tidak pernah peduli dengan selera. Pearl Jam seharusnya selalu lebih maju daripada jamannya.

Terus terang kami memutar CD ini dengan penuh kekhawatiran. Apakah mereka sudah terlalu tua untuk kita dengarkan? Album Ten terdengar sangat keren ketika kami masih bercelana pendek dan Om kami menyodorkan sekeping CD sambil berkata, "Dengarkan ini untuk membuat masa muda kalian lebih memberontak." Nyatanya memang iya. Walaupun kami terlambat untuk menyimak Pearl Jam, tetapi sound 90-an masih terdengar modern di kuping kami. Selanjutnya kami menempatkan Pearl Jam sebagai dewa yang tidak bisa diutak-atik posisinya, baik dari sisi musikalitas maupun dilihat dari pemberontakan mereka melawan kemapanan.

Kemudian Om kami yang tumbuh bersama Pearl Jam sekarang sudah semakin sibuk dengan pekerjaannya dan berpakaian rapi setiap pagi ke kantor. Tidak ada bekasnya kalau Om kami pernah memberikan pernyataan yang membuat kami seperti disambar geledek.

Hal yang berputar di sekeliling kami membuat kami menjadi bertanya-tanya apakah Pearl Jam juga turut berputar? Yang berarti menyerahkan jiwa kepada setan untuk membuat lagu hit sekali dengar dan kemudian dilupakan.

Ada rasa yang berubah di keseluruhan album ini. Got Some membawa kami kembali ke lagu terenyah yang terdapat di album Vs. Johny Guitar menyalak galak mengingatkan bahwa Pearl Jam belum mati. Gonna See My Friend dan The Fixer adalah lagu-lagu awal yang memberikan peringatan untuk bersiap-siap mendegarkan yang berbeda dari Eddie Vedder dan kawan-kawan.

Backspacer terasa lebih santai dibandingkan dengan album-album mereka sebelumnya. Kalau pada trilogi awal, kami perlu untuk mengunyahnya lebih lama agar musiknya semakin menghujam di dalam kepala, kali ini tidak. Konteks penyelewengan rumusan industri musik hanya terasa sedikit sebagai bumbu identitas grup dari Seattle ini.

Dalam pembelaan kami, Pearl Jam sangat ingin menyindir bahwa lagu yang renyah tidak harus dibuat polos telanjang untuk dapat didengar oleh kuping sekarang. Musik harus tetap memiliki identitas agar kuping sedikit dipaksa untuk mengeksplorasinya lebih jauh.

Backspacer menjadi usaha yang terlalu berani, bukan dalam bentuk eksplorasi tapi lebih kepada mendekatkan diri pada pasar yang sudah berganti generasi. Dan bencinya lagi, kami menyukai keberanian mereka.

Not-so-pink Chick

No comments:

Post a Comment

 

Copyight © 2009 Live@Loud. Created and designed by