Showing posts with label Cas Cis Cus Musik. Show all posts
Showing posts with label Cas Cis Cus Musik. Show all posts

Tuesday, May 11, 2010

Cas Cis Cus Musik: Idolamu Belum Tentu Nyata


Banyak orang mendengar musik. Banyak orang mengidolakan artis musik. Bahkan banyak orang di antara banyak orang itu terlalu serius mengidolakan artis musik sampai lirik dan gaya hidupnya diikuti. Di sini saya berani bilang bahwa membawa musik sampai ke titik yang ekstrim adalah suatu kesalahan besar.

Berapa banyak lagu cinta sejati yang pernah dibawakan oleh banyak artis? Mungkin porsi cinta adalah tema yang paling sering diangkat oleh artis musik. Tetapi berapa banyak juga dari artis yang di liriknya memuja cinta sejati akhirnya berujung pada hubungan putus sambung dan kawin cerai? Menurut statistik dari infotainment, jumlahnya mengisi porsi berita yang paling banyak diikuti oleh masyarakat. Senandung cinta sejati dan selamanya tidak akan pernah berakhir bagaikan lelucon dari mulut seorang komedian yang kemudian besok harinya direvisi dan diganti dengan lelucon yang lain.

Bagaimana dengan teriakan keputusasaan akan struktur masyarakat dan negara yang koyak? Ini juga menempati porsi yang banyak. Setiap negara punya pahlawan musiknya sendiri yang meneriakkan pemberontakan. Tapi ujungnya mereka mendapatkan begitu banyak uang dari ajakan revolusinya sehingga membentuk evolusi kekayaan untuk dirinya sendiri.

Lihat lagi berapa banyak artis yang mengajak pendengarnya untuk menjaga lingkungan demi warisan yang akan diturunkan ke anak cicit. Tema ini menjadi sangat tren karena segala berita yang berhubungan dengan pemanasan global. Tapi apakah ini benar-benar dilakukan dalam hidup para artis itu. Kekayaan cenderung membuat orang menjadi berlebihan. Dengan uang yang dimiliki mereka bisa membangun rumah yang maha besar sehingga memerlukan daya listrik yang besar juga serta aliran air yang deras untuk membuat tanamannya tampak rapi. Belum lagi konser egomaniak berskala stadium yang mengusung panggung maha besar dan tata lampu indah yang tentunya menyedot aliran listrik besar dan juga berton-ton minyak untuk mendukungnya.

Yang kelihatannya lebih ekstrim lagi adalah para artis yang menyalak buas akan aliran sesat yang mereka ikuti. Saya tidak yakin benar mereka menganut aliran sesat itu. Apa komentar dari ayah dan ibunya, atau bagaimana dia mempertanggungjawabkan liriknya kepada anaknya sendiri? Jawabannya adalah mereka tidak benar-benar beraliran sesat. Mereka hanya membuat-buatnya agar terlihat seram dan keren agar album dan tiket konsernya dibeli orang. Saya tidak pernah mendengar ada artis yang mengorbankan memotong kepala anaknya sendiri demi aliran sesat.

Tentunya argumen di atas tidak 100% benar. Tapi masih terdapat porsi kebenarannya. Mereka meneriakkan cinta tapi kawin cerai demi mencari cinta yang sebenarnya. Mereka meneriakkan pemberontakan tapi tidak berniat menjadi suksesor yang menumbangkan pemerintahan. Mereka mengajak menjaga lingkungan, dengan sebagian uangnya dianggarkan untuk membuat konser mewah dan sebagiannya lagi disumbangkan ke Green Peace. Dan pekikan sesat adalah sesuatu yang bisa diual di tengah kekacauan dunia.

Pada akhirnya musik, adalah seperti bisnis dan produk yang lain perlu sesutu pembeda dan perlu citra untuk kemudian dipersepsikan oleh penikmat dan pembelinya. Dengan datang ke konser anu dan membeli album serta kaosnya, maka penggemar akan merasa mereka telah melakukan sesuatu yang berguna untuk dirinya sendiri dan mungkin bisa berguna untuk orang yang lain. Dengan membeli produk-produk artis, maka pembelinya ingin dianggap di suatu golongan yang mempersepsikan artis tersebut. Tak ubahnya seperti konsumen membeli Mercedez dan BMW.

Seperti kata Joker, jangan terlalu serius.

Old Skuller

Wednesday, April 14, 2010

Cas Cis Cus Musik: Justin Yang Satu Ini Sedang Banyak Penggemarnya Di Indonesia


Saya jauh lebih menyukai Justin Timberlake. Tapi yang dibicarakan di posting ini bukan Justin yang bersama Timbaland mencetak salah satu lagu terbaik yang pernah ada di dunia, Cry Me A River. Justin yang sedang digila-gilai di Indonesia adalah Justin Bieber, cowok imut 13 tahun dari Kanada yang di video klipnya terlihat seperti lelaki yang punya keinginan merayu cewek terlalu berlebihan. L@L pernah berbicara kotor mengenai video klipnya di sini dan di sini.

Sedangkan fenomena tetaplah fenomena, terlepas dari apa yang L@L pernah tulis. Album terbarunya, My Worlds, yang baru dirilis 13 hari sudah berhasil mencapai status gold, atau dalam angka adalah 5.000 unit. Suatu prestasi luar biasa bagi artis luar negeri yang posisinya digerus oleh artis lokal dan lapak bajakan. Dengan cepat, My Worlds yang berisikan dua disc, satu dari mini album sebelumnya dan satu lagi dari mini album terbarunya, sudah menyalip kompilasi Dahsyat. Tepuk tangan yang meriah buat JB!

Yang menariknya lagi adalah antusiasme penjualan album ini. Dikabarkan beberapa toko CD sudah mulai memesan kembali karena stok menipis dan permintaan masih deras mengalir. Pada hari pertama pemunculan album ini, walaupun tidak terjadi antrian mengular sampai keluar toko, pembeli yang tidak sabar sampai menyambar CD tersebut dari kotak kardus yang belum terdisplay di rak. Sekali lagi applaus bagi JB!

Antusiasme seperti ini sudah lama tidak terjadi, apalagi untuk ukuran artis luar negeri yang penjualannya biasa-biasa saja. Orang-orang kembali menyerbu toko CD. Ini yang L@L suka. Penggemar masih mencari album fisik, dan kalau saja lapak bajakan musnah, mungkin toko CD akan kewalahan dan penggemar yang kecewa akan membakarnya karena tidak bisa pulang membawa My Worlds (yang ini terlalu berlebihan). Bahkan JT harus iri dengan fenomena ini.

Tahun ini JB bisa bersanding dengan Cinta Laura sebagai penyemarak album fisik. Masih ada harapan buat toko CD.

Hip Master

Thursday, April 8, 2010

Cas Cis Cus Musik: Bikin Aktivitas Dong Agar Toko Rekaman Musik Ramai Kembali


Membuka toko yang menjual CD dan kaset (siapa juga yang masih jual kaset? orisinil adalah bisnis yang paling beresiko saat ini. Produk penjualan produk musik fisik semakin menurun, karena konsumer melirik ke produk digital atau kalau di Indonesia digoda oleh lapak penjual barang bajakan dan unduhan ilegal, menyebabkan toko ritel musik semakin sepi pengunjung apalagi pembeli. Kalau masih ada yang berani buka toko CD baru, maka apakah orang itu memang benar-benar cinta musik atau teramat gila.

Kejadian sama juga terjadi di seluruh penjuru dunia. Toko musik lengang bak kuburan, tidak ada gairah yang memompa aktivitas dan penjualan di sana. Tapi masih ada segolongan manusia, yang terdiri dari pemilik toko musik, musisi dan label rekaman, yang masih peduli akan kelangsungan hidup toko musik. Di Amerika Serikat dicanangkan Record Store Day untuk membuat toko musik bergairah. Berbagai aktivitas diadakan untuk menarik perhatian konsumen kembali ke toko musik dan berbelanja.

Ajang yang di negara asalnya mengkhususkan diri kepada toko musik independen ini, diselenggarakan tiap bulan April hari Sabtu ketiga. Banyak album baru yang dirilis pada tanggal ini. Tidak hanya album biasa, tapi CD dan piringan hitam edisi khusus yang diproduksi spesial menyambut event ini. Selain itu, musisi juga meramaikan toko-toko untuk membuat hari itu menjadi lebih spesial. Mereka didatangkan tidak hanya untuk menandatangani sampul album, tapi juga memberikan penampilan.

Cara seperti ini tidak ada salahnya untuk diadaptasi di Indonesia. Sejauh pengetahuan saya, antusiasme konsumen untuk mendatangi toko musik di Indonesia sudah lama hilang. Fenomena melesatnya penjualan produk fisik album terbaru Justin Bieber, My Worlds, pada akhir pekan lalu adalah pengecualian.

Tidak pernah terlihat antrian konsumen menanti album baru siap dibeli. Semakin jarang terlihat para musisi muncul di toko musik untuk berpromosi. Orang-orang yang kita temui di toko musik hanyalah penjaga toko. Dan kehadiran label rekaman hanya lewat banner-bannernya. Singkatnya, toko rekaman musik minim aktivitas yang dapat menarik pengunjung.

Kalau memang ada niat dan keinginan untuk tetap menghidupkan toko rekaman musik, maka harus ada kerjasama dari semua yang mencintai musik. Tidak hanya dari industrinya saja, tapi juga termasuk media dan konsumennya sendiri. Yang lebih penting lagi, harus ada ketulusan untuk membantu, selain memang diharapkan akan mendongkrak penjualan produk fisik. Tapi untuk saat ini, sebagai awal marilah bekerja sama dan membuat musik menjadi sesuatu yang bisa dipegang kembali.

Old Skuller

Monday, March 15, 2010

Cas Cis Cus Musik: Metallica Dan Kerusuhan



Konon, band metal terbesar yang pernah ada, Metallica, pernah dua malam berturut-turut mengelar konsernya di stadion Lebak Bulus, Jakarta. Di malam pertama, terjadi kerusuhan yang meluluh-lantakkan Lebak Bulus dan Pondok Indah. Ribuan penonton tanpa tiket mencoba merangsek masuk sehingga polisi harus bekerja keras mengamankan lingkungan sekitarnya. Musik tetap berjalan di dalam arena konser, sedangkan kerusuhan terjadi di luarnya. Pada jaman itu Ungu belum ada, makanya yang diserbu konsernya Metallica.

Hal yang hampir sama terulang lagi. Bandnya sama, Metalica. Tempatnya di Bogota, Kolumbia sana. Dilaporkan tiga orang tertusuk benda tajam, satu polisi terluka dan paling sedikit 160 orang diamankan. Berarti di Bogota belum ada Ungu.

Old Skuller

Friday, December 4, 2009

Cas Cis Cus Musik: Alasan Mengapa Kami Tidak Terlalu Peduli Dengan Grammy


Walaupun Grammy menjadi pusat perhatian dunia sebagai tolak ukur selera musik, kami crew L@L tidak terlalu peduli dengan gegap gempitanya. Daftar nominasi telah dikeluarkan dan seperti biasa jumlah nominasi yang terlalu banyak membuat kami malas untuk menelusurinya satu persatu. Emangnya kami kurang kerjaan apa. Seperti tradisi yang sudah berjalan bertahun-tahu, acara puncak Grammy akan diselenggarakan pada hari minggu terakhir di bulan Januari.

Ini adalah pendapat kami, mengapa kami tidak terlalu peduli dengan Grammy:
  • Seperti kami tulis di paragraf awal, nominasinya terlalu banyak
  • Dengan nominasi terlalu banyak, mereka membagi acara menjadi penyerahan award di pra dan di malam puncak
  • Terlalu banyak nominasi yang membeda-bedakan genre
  • Satu genre kemudian dipecah menjadi nominasi yang lain
  • Pemenangnya biasanya dari arus utama, yang belum tentu paling keren
  • Bukan jadi patokan kami dalam mempertimbangkan membeli CD
Not-so-pink Chick

Thursday, November 26, 2009

Cas Cis Cus Musik: Playlist adalah Mix Tape Jaman Ini


Libur akhir minggu panjang lagi. Tapi kalau pilihan kita adalah lebih banyak di rumah, apa yang baiknya kita lakukan? Apa yang bisa simultan dilakukan sambil mempersiapkan diri untuk ujian? (Kenapa tema posting hari ini harus terlalu positif? Old Skuller bertanya-tanya)

Kalau kita akhir-akhir ini terlalu sering keluar rumah dan tidak sempat lagi lebih banyak mendengarkan koleksi musik, kenapa tidak kita kembali saja dulu ke musik. Bongkar lagi koleksi CD dan cek kembali koleksi digital di dalam hard disk.

Mari kita teruskan kesenangan ini. Jaman dulu ada yang disebut dengan mix tape, yaitu merekam sejumlah lagu hit atau yang kita sukai yang sumbernya dari berbagai album, mengumpulkannya dalam satu kaset. Sekarang kita mengenalnya dengan playlist.

Susun kembali lagu-lagu yang mau kita dengarkan sepanjang hari. Karena format digital bisa menyediakan lebih banyak tempat daripada kaset, maka buatlah sebanyak-banyaknya. Dan kalau ternyata ada satu dua lagu yang tidak kita suka, loncati saja ke lagu berikutnya.

Kalau sudah begini, siapa yang perlu membeli CD kumpulan hits?

Old Skuller


Foto dari www.sxc.hu
 

Copyight © 2009 Live@Loud. Created and designed by