Istilah ini sering dipakai artis musik kita, konser tunggal, terdengar seperti pagelaran maha agung yang diproduksi dengan keringat dan biaya yang lebih besar daripada konser-konser yang lain. Lalu apa bedanya dengan konser-konser keliling Nusantara yang mereka sering lakukan? Apa sebenarnya definisi dari Konser Tunggal?
Konser tunggal terdiri dari dua kata. Definisi untuk konser sudah cukup jelas, yaitu pertunjukan musik langsung biasanya di lakukan di atas panggung dan dihadiri oleh banyak orang yang membayar maupun tidak membayar. Misteri terbesarnya terletak pada kata tunggal. Apa arti tunggal di dalam konteks konser tunggal.
Tunggal bisa berarti sendiri. Kalau disambungkan dengan kata konser, maka jadi bermakna konser yang dilakukan tidak bersamaan dengan artis yang lain, seperti misalnya konser yang disponsori pabrik rokok yang menghadirkan banyak artis, baik yang bersifat festival maupun mini festival.
Tunggal juga bisa berarti sekali. Ini bermakna lain dengan tunggal yang sebelumnya. Kalau sekali, maka konser tunggal bisa berarti sebuah konser khusus yang mungkin hanya akan berlangsung dalam satu kali saja. Karena itu set list yang dihadirkan harus istimewa, entah itu adalah hit paling populer maupun menggeber semua lagu yang terdapat dalam satu album. Saking istimewanya, karena juga mengusung perangkat multimedia dan barisan penari latar, maka biaya produksi meningkat berhubung pabrik rokok tidak terlalu tertarik mensponsorinya, sehingga harga tiket ikut terkerek naik. Menjadi lebih istimewa konser tunggal ini karena harga tiket yang melambung, yang hadir menonton tentu harus dari kalangan tertentu yang punya uang berlebih, atau paling tidak fans setia yang rela mengeluarkan uang lebih besar dari anggaran bulanannya.
Awalnya saya pikir, konser tunggal mengikuti gaya musisi luar negeri dalam mementaskan konser yang berkonsep. Seperti konser harian Celine Dion di Las Vegas yang mengeruk untung sangat besar, konsep konser sirkus dari Britney Spears, 360 derajat dari U2, atau dengan perabotan pendukung yang lebih sederhana seperti An Evening With Dream Theater. Tetapi ini Indonesia, berbeda keadaan dan budayanya dengan yang di luar sana. Konser tunggal menerapkan konsep dan harga tiket lebih tinggi. Sementara konser mereka di luar sana - tanpa harus menyebutnya konser tunggal - dibawa berkeliling dunia, konser tunggal di Indonesia biasanya hanya dilakukan dalam satu malam saja.
Berdasarkan analisa rekaan di atas, maka definisi konser tunggal adalah berkonsep, harga tiket tinggi dan lebih ditekankan pada kemungkinan hanya akan berlangsung dalam satu kali pertunjukan saja. Tapi ini semua masuk ke dalam gimmick pemasaran yang bagus. Dengan penawaran yang super terbatas, maka permintaan bisa dibentuk dan harga dikatrol setinggi mungkin.
Punya definisi yang lain akan konser tunggal? Silakan berkomentar.
Old Skuller
Showing posts with label Gempita Panggung. Show all posts
Showing posts with label Gempita Panggung. Show all posts
Wednesday, June 23, 2010
Friday, May 7, 2010
Gempita Panggung: Twitter JRL Yang Tidak Jelas
Tidak ada yang lebih mengesalkan daripada mengikuti Twitter dari suatu festival yang menjual wish listnya tapi sampai saat ini tidak mengeluarkan tweet sama sekali. Tidak tahu apakah ini laman Twitter resminya atau tidak. Tapi kalau yang mengajak sumbernya dari Twitter resmi seharusnya, seharusnya ini Twitter resmi dari Java Rockin'Land (there I said it).
Buat festival yang menjanjikan wish list, ini bisa menjadi sarana aktif untuk menyebarkan informasi konfirmasi artis dan juga update lainnya yang paling baru. Pengikutnya sampai saat ini terbilang masih belum banyak benar. Hanya berkisar 500-an. Kalau Twitter ini tidak pernah diupdate, jumlahnya tdak akan bertambah. Atau paling tidak yang pertama harus dilakukan adalah isi avatarnya.
Atau mereka sedang mencari duta Twitter untuk nantinya menangani kicauan burung? Ah terlalu banyak spekulasi. Lihat saja nanti.
Not-so-pink Chick
Friday, April 9, 2010
Gempita Panggung: Aksi Panggung Boleh OK, Tapi Posternya Menyebalkan

Materi promosi dari pertunjukan artis internasional adalah bentuk seni yang menjengkelkan. Dari hampir kesemuanya, hasilnya tidak jauh-jauh dari foto si artis, ditambahi nama si artis, plus waktu dan tempat dan sebagai gongnya adalah logo sponsor yang segede hampir sama dengan ukuran font nama artis.
Mungkin maksud promotor adalah untuk menarik lebih banyak penonton yang belum pernah dengar musiknya, dengan melihat wajahnya jadi tertarik untuk membeli tiket. Well, tidak berguna untuk saya yang pasti. Di jaman Internet sekarang ini, apalagi tiket artis internasional bisa berharga lebih mahal daripada pulsa satu bulan, MySpace selalu bisa memberi jawaban.
Tapi kalau memang benar-benar tidak tahu lagunya, buat apa beli tiket mahal dan hanya terbengong-bengong di arena sambil cengar-cengir?
Kembali ke topik bentuk seni yang menyebalkan. Promotor sepertinya tidak diberi banyak pilihan juga oleh si artis. Segala bentuk promosi pastilah diatur juga oleh yang berada di sono. Manajemen artis memberikan pilihan foto yang tersedia untuk dipakai, dan kemudian staf kreatif di kantor promotor memberikan sentuhan yang tidak terlalu banyak. Berarti dari sononya juga tidak percaya diri amat.
Jangan-jangan kalau malah terlalu kreatif, dengan tidak menampilkan foto sama sekali, hanya nama artis ditambah grafis yang lain, memang malah bisa jadi bakal tidak laku. Bukan pebisnis sih, jadi banyak tidak yakinnya.
Lihat saja poster dari Misfits yang akan naik panggung besok dan kami crew L@L akan berada di sana bukan karena tertarik melihat muka opa-opa yang tidak bisa menakuti kami karena make-up horornya. Atau jangan-jangan yang tidak tahu Misfits menyangka ini pertunjukan sirkus?
Not-so-pink Chick
Labels:
Gempita Panggung,
Misfits,
Not-so-pink Chick
Thursday, March 11, 2010
Gempita Panggung: Jangan Ragu 'Tuk Bersenang-Senang Di Ancol Bersama Misfits

Metal sudah membuktikan kalau konsernya bisa berjalan aman dan nyaman. Sedangkan punk masih menyiratkan tanda tanya bagi penggemarnya yang ingin mendatangi arena pertunjukan. Aksi Total Chaos di Bandung akhir tahun lalu yang berujung band tersebut tidak bisa menyelesaikan setnya karena keburu terjadi anarki di atas panggung oleh para penonton gratisan yang merangsek, membuat penggemar punk atau khususnya penggemar Misfits sempat ragu-ragu untuk datang ke acara.
Mungkin untuk mengantisipasi kejadian yang akan tidak menguntungkan, baik bagi penonton yang sudah membayar tiket, Solucites sebagai promotor yang mengharapkan investasi kembali dan band yang ingin menghibur, pertunjukan diadakan di Ancol untuk alasan keamanan. Senayan dinilai terlalu mudah untuk bocor ditembus karena lokasinya yang sangat di tengah kota dan begitu banyak pintu masuk. Sedangkan untuk masuk Ancol saja orang sudah harus membayar. Pintu gerbang Ancol akan menjadi penyeleksi pertama bagi mereka yang nekad untuk masuk tanpa bayar.
Selanjutnya pihak promotor juga seharusnya mempersiapkan barisan keamanan yang lebih ketat dibanding biasanya. Kalau di konser metal kita melihat terlalu banyak orang berseragam bersliweran tanpa kerjaan, di acara Misfits keberadaan mereka sebaiknya disiagakan walaupun semoga tidak diperlukan.
Karena itu, kami crew L@L yakin pertunjukan akan berjalan lancar dan mulus tanpa terganggu insiden yang akan mengganggu kenikmatan menonton konser. Untuk membuktikannya, kami akan berangkat ke Ancol dan bersenang-senang.
Eeeee...udah beli tiketnya belum? Belum. Bagaimana sih...cepet beli. Yang 100 ribu sudah habis, jadi minimal bakal ada 500 kepala hadir di sana. Presale kedua dengan haga 150 ribu masih dijual.
Old Skuller
Labels:
ancol,
Gempita Panggung,
Konser,
Misfits,
Solucites
Wednesday, March 3, 2010
Gempita Panggung: Satu Lagi Ide Brilian, Makan Minum Sepuasnya Buat Pemegang Tiket VIP
Masalah ini lebih sering muncul kala nonton festival. Masalah ini muncul kalau perut sudah minta diisi air dan benda padat yang bisa dikunyah setelah menghabiskan energi di depan panggung atau berdesakan mencari lokasi yang paling yahud buat nonton siapa yang di atas panggung.
Di tiket sudah tertera: dilarang membawa makanan dan minuman. Bagi yang ngotot untuk bawa barang haram ini ke dalam arena, mereka akan berhadapan dengan para jagal penyita di titik pemeriksaan badan. Hampir mirip seperti kita masuk bandara udara.
Perlakuan seperti ini diterapkan karena penyelenggara ingin memuaskan sponsor yang telah membayar cukup mahal untuk menjadi penyedia hajat hidup orang banyak di arena yang sesak dengan manusia kelaparan. Terjadilah monopoli. Harga makanan dan minuman diangkat setinggi-tingginya karena manusia-manusia di dalamnya tidak punya pilihan. Terjebak di arena festival selama berjam-jam, rasanya tidak mungkin kalau tidak makan dan minum. Mungkin mereka yang suka pingsan di acara seperti ini adalah mereka yang tidak siap membawa uang secukupnya untuk membeli asupan, alhasil pingsan lah jadinya.
Yang juga cukup menyebalkan adalah sudah bawa uang yang cukup tapi antrian panjang terjadi dalam rangka perebutan ransum. Biasanya ini terjadi setelah festival jalan cukup lama dan sudah masuk ke jam lapar. Kok ya kebetulan jam lapar ribuan orang bisa pas bareng waktunya.
Di antara mereka yang bersungut-sungut sambil mengantri pasti terdapat orang-orang yang punya duit lebih. Nah, dengan latar belakang permintaan dan penawaran ini, kami punya ide brilian. Selain menambah pemasukan dari special show, golongan yang ini juga bisa semakin dikuras uangnya. Tawarkan tiket VIP yang memberikan akses kepada mereka akan makanan dan minuman tanpa harus mengantri dan dapat dikonsumsi sepuasnya.
Bayangkan acara kawinan yang super duper ramai, sehingga antrian makanannya sampai mengular. Sementara di suatu sudut ruangan yang terbukauntuk dilihat oleh undangan tapi tidak bisa dimasuki, terdapat ruang makan untuk keluarga penganti. Di sudut ruangan ini, hanya segelintir orang yang bisa menikmati makan dan minum berlimpah seperti tak ada habisnya.
Tempatkan ruangan spesial ini di berdekatan dengan titik yang kemungkinan akan terjadi antrian panjang untuk membungkam lapar. Dipastikan orang-orang yang berada di ruang VIP itu akan berasa seperti di langit ketujuh, bisa ditonton oleh ribuan orang yang lain pula. Abadikan momen berharga ini dan upload segera ke Facebook dan Twitter.
Karena membayar lebih tiket VIP, maka perlakuan juga turut VIP. Dengan mengumpulkan pemegang tiket VIP di satu ruangan, makin kelihatan siapa saja yang VIP. Sudah beli tiket mahal-mahal kok orang yang laing tidak tahu. Rugi dong.
Not-so-pink Chick
Labels:
Gempita Panggung,
Not-so-pink Chick
Wednesday, February 24, 2010
Gempita Panggung: Ya Beritahukan Durasinya Sebelum Konsumen Membeli Tiket

Untuk mempromosikan konser yang mendatangkan artis mancanegara, promotor sampai merasa perlu untuk memberitahukan bahwa pertunjukan akan berlangsung sekian menit. Dalam upayanya mengkomunikasikan kepada calon penonton bahwa teramat rugi kalau tidak nonton konser Trivium dan Placebo, dalam beberapa twitter disebutkan konser akan berlangsung dua jam untuk Trivium dan 1 jam 45 menit untuk Placebo.
Nampaknya konsumen konser makin berhati-hati dalam membelanjakan uangnya. Mereka mulai berhitung apakah investasi yang dikeluarkan sama dengan nilai hiburan yang akan mereka dapat.
Mungkin sudah muncul keluhan dari konsumen konser kalau mereka terlalu banyak mengeluarkan uangnya untuk menonton konser yang hanya berjalan 1 jam lebih sedikit. Menurut mereka harga yang dibayar terlalu mahal.
Diperkirakan, durasi jalannya konser memang ada dalam setiap kontrak antara promotor dengan artisnya. Untuk mengakali durasi set yang pendek, maka promotor menggelar semacam festival yang menampilkan beberapa artis atau band. Durasi total pertunjukan berbagai artis menjadi lebih panjang, tetapi penonton membeli tiket karena ingin menonton penampilan artis headliner yang biasanya diundang dari luar negeri. Mungkin saja ada yang kecewa telah menunggu sekian lama eh tahunya cuma muncul sekejap, walaupun satu jam sudah membuat artisnya ngos-ngosan karena besoknya mereka sudah harus melakukan perjalanan dan kemudian mengulang set yang sama.
Penonton tentu senang-senang saja kalau tahu konser yang akan didatanginya akan berdurasi cukup lama dan merasa sesuai dengan nilai uang yang telah dirogoh. Di konser mendatang, Solucites pun sudah woro-woro Misfits akan bermain 90 menit. Bagi sebuah band punk hardcore, durasi tersebut cukup lama. Set yang akan dibawakan mustinya akan panjang, mengingat lagunya banyak yang berdurasi pendek.
Dengan menjanjikan durasi konser di depan, penonton tidak akan merasa tertipu dan kecewa. Saat membeli tiket, mereka sudah berhitung-hitung dulu keuntungan yang akan didapat. Mereka akan masuk ke arena konser dengan ekpektasi yang sama. Bersenang-senang dalam sekian menit.
Old Skuller
Labels:
Gempita Panggung,
Java Musikindo,
Konser,
Old Skuller,
Solucites
Tuesday, February 23, 2010
Gempita Panggung: Ide Brilian, Harga Paket Untuk Serangkaian Konser

Kami harus akui bahwa di antara rentetan konser yang digalang Java Musikindo dalam dua bulan, tidak ada satu pun yang kami tonton. Sebab musababnya banyak, yang kalau diurutkan satu persatu bisa berjarak dari Blok M sampai ke Monas. Tapi kami mencoba untuk mengejar ketinggalan.
Terlintas ide di kepala kami, kalau promotor punya serangkaian acara yang akan digelar dalam waktu yang saling berdekatan, kenapa tidak ditawarkan dalam harga paket. Dengan cara seperti ini seharusnya satu calon penonton bisa digaet untuk menonton dua pertunjukan atau lebih. Harga yang ditawarkan tentunya harus lebih murah dibandingkan membayar satu persatu pertunjukan.
Untuk mewujudkan paket seperti ini, memang seharusnya paket yang ditawarkan berisi artis yang serupa. Misalnya dalam kasusnya rentetan konser Java Musikindo bisa ditawarkan paket Placebo dan 311.
Belum terbukti penawaran semacam ini bisa menuai pemasukan di awal lebih banyak. Karena menurut beberapa artikel yang kami baca, tipikal penonton Indonesia adalah membeli tiket di detik-detik terakhir. Juga belum tentu di saat tertentu calon penonton punya uang sebanyak itu untuk membeli paket dua pertujukan atau lebih. Tapi siapa yang tahu kalau belum dicoba?
Hip Master
Labels:
Gempita Panggung,
Hip Master,
Java Musikindo
Monday, December 7, 2009
Gempita Panggung: Bedanya Lokal Dengan Luar

Para artis lokal boleh bersungut-sungut, mereka selalu dijadikan sebagai artis pembuka konser dari pertunjukan puncak dari artis luar negeri. Yang dimaksud dari artis luar negeri, bukanlah sekedar artis luar negeri, tapi mereka yang sudah memiliki reputasi internasional.
Para artis lokal juga boleh berkomentar bahwa musikalitas mereka tidak kalah untuk disejajarkan dengan artis luar negeri. Memang benar komentar tersebut. Lagu-lagu dari mereka tidak kalah asiknya dan sudah bisa merajai radio dan televisi. Tapi saat mereka di atas panggung, keadaan jadi berbeda. Yang diperlukan bukan hanya lagu hit saja. Masih ada yang perlu untuk lebih diperhatikan di atas panggng demi kenyamanan penontonnya, yang sudah membayar. Peringatan: posting ini membahas mengenai kenikmatan menonton konser yang harga tiketnya cukup tinggi.
Para artis lokal boleh saja menjadi pengumpul massa yang bisa diandalkan. Tapi kalau sudah berhubungan dengan memuaskan mata dan telinga, mereka harus lebih banyak belajar dari artis luar negeri.
Pertama adalah soal sound. Kami melakukan riset tentang mitos bahwa artis luar yang menjadi puncak acara mendapatkan fasilitas lebih pada sound ketimbang artis pembukanya. Jawaban dari mereka sama, kini sudah tidak jamannya lagi memberi fasilitas lebih. Ada kalanya mereka meminta produk tertentu untuk memperkuat sound yang artis lain tidak boleh memakainya, dan tidak jarang juga mereka mengandalkan apa yang sudah disediakan oleh panitia (yang tentu saja sebelumnya sudah melalui persetujuan dari artis luar tersebut). Sehingga terambil kesimpulan bahwa barang yang mereka pakai sebenarnya barang yang sama. Yang membedakan adalah para artis luar negeri lebih serius menangani sound agar suara yang keluar sampai ke kuping penonton bisa dinikmati. Sedangkan artis lokal juga sudah serius menangani sound, tapi masih belum menguasai betul ilmunya. Makanya tidak jarang, sound yang keluar dari artis lokal lebih sering terdengar kencangnya saja tanpa memikirkan kenyamanan kuping.
Kedua adalah kesungguhan aksi panggung. Untuk poin yang ini, sudah ada artis lokal yang memiliki kualitas yang sama dengan artis luar negeri. Tapi perbandingan jumlahnya masih terlalu kecil. Bukanlah hal yang mudah untuk tetap mempertahankan ketertarikan penonton, sepanjang si artis menggeber musiknya di atas panggung. Saat mereka mulai memainkan nada pertamanya, mereka mampu untuk membuat kita berpikir bahwa mereka serius bermain untuk memuaskan penonton. Dan ini terus berlangsung sampai mereka turun panggung.
Ketiga adalah aura mengendalikan penonton. Ini yang sangat jarang sekali dimiliki oleh artis lokal. Pada saat artis berada di atas panggung, artis harus mampu menguasai penonton. Mereka harus terlihat sangat menyakinkan agar penonton mengikuti apa yang diinstruksikan oleh artis. Kalau artis minta penonton meloncat, maka penonton akan meloncat, kalau artis meminta penonton menyanyi, maka penonton akan menyanyi. Ini bukan hanya memerlukan kemampuan komunikasi yang baik, ini adalah aura kepemimpinan yang dipancarkan oleh sang artis. Di atas panggung, artis adalah gembala dari domba-domba yang membayar tiket.
Not-so-pink Chick
Labels:
Gempita Panggung,
Not-so-pink Chick
Thursday, December 3, 2009
Gempita Panggung: (Mungkin) Tahun Terakhir Soundrenaline?
Muncul isu bahwa pagelaran festival musik Soundrenaline yang rutin tiap tahun diadakan oleh perusahaan rokok Sampoerna akan berakhir. Kesan itu muncul, karena di tahun-tahun sebelumnya ajang ini diadakan di banyak kota, sedangkan di 2009 Soundrenaline hanya mengambil tempat di Bali.
Belakangan ini, festival musik cukup sering digelar di Jakarta. Mungkin karena alasan itu juga, Soundrenaline di tahun belakangan tidak lagi diadakan di Jakarta. Pindah ke kota lain dengan alasan membuka kesempatan untuk kota lain yang belum pernah disinggahi.
Festival musik yang digelar di Jakarta juga menjadi semakin spesifik ke genre tertentu. Tidak seperti Soundrenaline yang menggabungkan banyak genre ke dalam satu lokasi luas. Bahkan festival yang baru-baru muncul berani mengklaim sebagai ajang internasional. Mungkin maksudnya dengan sedikit penampil dari luar Indonesia, maka mereka berani bilang ini event internasional. Bukannya event internasional yang sanggup mengundang turis asing ke Indonesia hanya bertujuan untuk menonton festival. Di luar Jakarta pun beda-beda tipis. Walaupun tidak sampai mengaku sebagai event internasional, tapi kegiatan semacam juga sering diadakan oleh perusahaan rokok yang lain, operator telekomunikasi dan stasiun televisi. Bahkan tidak jarang, semuanya bisa bebas masuk, alias gratis, tis, tis, tis.
Sampoerna tentu tidak akan mengakui bahwa festivalnya kini sudah turun pamor karena banyak saingan. Sampoerna telah berusaha keras agar dapat menciptakan atmosfer yang berbeda-beda tiap tahun. Yang lain juga melakukan hal serupa, musik plus hiburan lainnya plus kegiatan bersama artis dalam satu lokasi. Tapi ujung-ujungnya, sebuah festival harus mempunyai line-up artis yang mantap untuk tetap gegap gempita.
Pilihan artis selalu menjadi pilihan yang sulit. Tapi bukankah penyanyi dan band di Indonesia banyak banget? Betul, tetapi pasar maunya hanya artis yang itu-itu saja. Penyelenggara pun menyerah dengan keinginan pasar demi acaranya ramai. Coba lihat lagi daftar penampil yang pernah hadir di Soundrenaline. Banyak nama hampir selalu muncul.
Parahnya lagi, semua penyelenggara berpikiran sama. Tidak salah kalau dilihat secara angka komersial. Apalagi pengalaman membuktikan, artis bagus tapi tidak gencar terdengar di pasar tidak selalu bisa menarik banyak penonton. Penyelenggara acara menginginkan artis yang dijamin bisa menggiring penonton menikmati pesan sponsor.
Karena itu, lama-lama pasar bisa bosan juga. Bulan sebelumnya mereka sudah menonton artis yang sama, masak besok mau nonton lagi. Penyelenggara bisa bilang bahwa pasar Indonesia luas sekali, tapi seberapa luas sih yang senang nonton musik.
Publik di luar Jakarta katanya haus hiburan. Mereka pasti senang-senang saja dapat hiburan murah bahkan ada yang cuma-cuma. Tapi masak iya, mereka tidak sampai ke titik jenuh kalau suguhannya itu-itu saja.
Jadi kalau sampai Soundrenaline hilang dari peredaran tahun depan, malahan bagus. Istirahat dulu tidak ada salahnya, sambil memformulasikan line-up seperti apa untuk dapat menyegarkan Soundrenaline. Kalau L@L kepinginnya penyelenggara harus lebih berani. Tapi itu L@L lho, bukan menyuarakan pasar.
Hip Master
Belakangan ini, festival musik cukup sering digelar di Jakarta. Mungkin karena alasan itu juga, Soundrenaline di tahun belakangan tidak lagi diadakan di Jakarta. Pindah ke kota lain dengan alasan membuka kesempatan untuk kota lain yang belum pernah disinggahi.
Festival musik yang digelar di Jakarta juga menjadi semakin spesifik ke genre tertentu. Tidak seperti Soundrenaline yang menggabungkan banyak genre ke dalam satu lokasi luas. Bahkan festival yang baru-baru muncul berani mengklaim sebagai ajang internasional. Mungkin maksudnya dengan sedikit penampil dari luar Indonesia, maka mereka berani bilang ini event internasional. Bukannya event internasional yang sanggup mengundang turis asing ke Indonesia hanya bertujuan untuk menonton festival. Di luar Jakarta pun beda-beda tipis. Walaupun tidak sampai mengaku sebagai event internasional, tapi kegiatan semacam juga sering diadakan oleh perusahaan rokok yang lain, operator telekomunikasi dan stasiun televisi. Bahkan tidak jarang, semuanya bisa bebas masuk, alias gratis, tis, tis, tis.
Sampoerna tentu tidak akan mengakui bahwa festivalnya kini sudah turun pamor karena banyak saingan. Sampoerna telah berusaha keras agar dapat menciptakan atmosfer yang berbeda-beda tiap tahun. Yang lain juga melakukan hal serupa, musik plus hiburan lainnya plus kegiatan bersama artis dalam satu lokasi. Tapi ujung-ujungnya, sebuah festival harus mempunyai line-up artis yang mantap untuk tetap gegap gempita.
Pilihan artis selalu menjadi pilihan yang sulit. Tapi bukankah penyanyi dan band di Indonesia banyak banget? Betul, tetapi pasar maunya hanya artis yang itu-itu saja. Penyelenggara pun menyerah dengan keinginan pasar demi acaranya ramai. Coba lihat lagi daftar penampil yang pernah hadir di Soundrenaline. Banyak nama hampir selalu muncul.
Parahnya lagi, semua penyelenggara berpikiran sama. Tidak salah kalau dilihat secara angka komersial. Apalagi pengalaman membuktikan, artis bagus tapi tidak gencar terdengar di pasar tidak selalu bisa menarik banyak penonton. Penyelenggara acara menginginkan artis yang dijamin bisa menggiring penonton menikmati pesan sponsor.
Karena itu, lama-lama pasar bisa bosan juga. Bulan sebelumnya mereka sudah menonton artis yang sama, masak besok mau nonton lagi. Penyelenggara bisa bilang bahwa pasar Indonesia luas sekali, tapi seberapa luas sih yang senang nonton musik.
Publik di luar Jakarta katanya haus hiburan. Mereka pasti senang-senang saja dapat hiburan murah bahkan ada yang cuma-cuma. Tapi masak iya, mereka tidak sampai ke titik jenuh kalau suguhannya itu-itu saja.
Jadi kalau sampai Soundrenaline hilang dari peredaran tahun depan, malahan bagus. Istirahat dulu tidak ada salahnya, sambil memformulasikan line-up seperti apa untuk dapat menyegarkan Soundrenaline. Kalau L@L kepinginnya penyelenggara harus lebih berani. Tapi itu L@L lho, bukan menyuarakan pasar.
Hip Master
Labels:
Gempita Panggung,
Hip Master,
Soundrenaline
Subscribe to:
Posts (Atom)