Showing posts with label Tech and Ent. Show all posts
Showing posts with label Tech and Ent. Show all posts

Monday, July 12, 2010

Tech and Ent: Tayangan Langsung Masuk Bioskop


Piala Dunia kali ini tidak hanya disaksikan lewat layar televisi di rumah dan layar lebar nonton bareng dari warung pinggir jalan sampai cafe mewah. Aksi sepak bola sejagat dari Afrika Selatan juga dipancarkan langsung dan masuk sampai ke ruang gelap bioskop. Penonton menikmati tendang bola di layar benar-benar lebar, sehingga peluh pun terlihat jelas.

Tapi kami crew L@L selama sebulan penuh tidak menikmati tayangan langsung di bioskop, yang di Indonesia ini hanya bisa ditonton di Blitz Megaplex. Kami lebih sibuk nonton di rumah sambil menikmati hari-hari tanpa sinetron, dan hari di mana saluran televisi tidak dapat diganggu gugat. Satu bulan yang menyenangkan.

Entah apa rasanya, menonton bersama dengan sekumpulan kira-kira 250 orang. Menonton berjajar, dalam keadaan gelap. Jangan-jangan karena ruangan gelap, penonton terbawa kebiasaan saling berdiam. Apa rasanya kalau tim jagoan gagal menceloskan gol dan bagaimana merayakan bersama bola yang masuk gawang? Kami tidak tahu. Kabarnya tawaran Blitz cukup laku diborong korporasi yang memanjakan nasabahnya.

Di beberapa negara, tayangan bioskop ditambah dengan sensasi 3D. Bayangkan betapa pusingnya melihat 22 orang ditambah tiga wasit berlari-lari.

Melompat di luar Piala Dunia, arena konser juga kini tayang langsung masuk ke layar besar bioskop. Pagelaran 4 besar dewa metal, Metallica, Megadeth, Slayer dan Anthrax, ditayangkan langsung dari Polandia.

Buat para penggemar konser dan tidak bisa hadir ke lokasi yang jauh, ini bisa jadi alernatif. Mungkin saja nanti festival-festival besar ditayangkan langsung ke layar lebar di bioskop dekat rumah kita.

Tapi perbedaan waktu bisa menjadi halangan. Festival akan berdurasi panjang, lebih lama dari sepakbola yang paling lama 120 menit ditambah adu penalti. Kebanyakan festival berlangsung di Eropa dan Amerika, yang seperti tayangan sepakbola, berarti dini hari di tanah air kita.

Mungkin rugi kalau bioskop harus buka sampai pagi, dan tiket yag dikutip hanya sekitar dua kali dari harga akhir minggu yang paling mahal. Tapi mungkin saja ini bisa kejadian di bioskop dekat rumah kita. Menyanyi bersama di bioskop rasanya lebih enak daripada teriak ah, ih, uh penasaran dengan gol yang tak kunjung tiba.

Not-so-pink Chick

Monday, April 12, 2010

Tech & Ent: 3D Masuk Ke Rumah Ternyata Lebih Cepat Dari Perkiraan Kami


Para produsen televisi ternyata sudah tidak sabar untuk ikut mencicipi gurihnya kue 3D. Layar lebar baru saja melangkah di area 3D, televisi ingin ikut mengiringinya.

Kalau di dalam bioskop, 3D mempunyai daya magis tersendiri. Duduk di dalam gelap. Benda-benda di layar seakan mencuat keluar. Seakan kita berada di dunia yang lain meninggalkan bumi yang penuh amarah.

Sempat terpikir, lihat dulu nasib 3D di bioskop. Karena jangan-jangan ini hanya tren sesaat dan kemudian mati. Televisi sepertinya tidak peduli. Layar yang juga semakin besar, sehingga produk ini tidak cocok untuk ditempatkan di ruang keluarga di suatu rumah sangat sederhana, diharapkan dapat mendatangkan daya magis yang sama. Maksudnya juga mengalirkan daya serap uang yang sama.

Industri film juga sudah bersiap untuk memasok hiburan 3D di dalam ruang keluarga. Kabarnya serial Shrek akan tersedia dalam format Blue-Ray yang tentunya mendukung 3D. Jadi semua pihak memang sudah bersiap untuk menghadirkan alam baru di rumah.

Harga yang ditawarkan tentunya memang tidak cocok untuk pemilik rumah sangat sederhana. Indonesia sendiri dengan sigap menangkap peluang 3D dan sudah siap menjualnya sendiri. Harganya yang pasti lebih mahal dari harga sebuah motor bebek.

Bagi yang mampu membeli televisi layar besar berteknologi 3D, mereka akan menjadi keluarga yang aneh. Sambil duduk di sofa, bapak, ibu dan anak akan mengenakan kacamata 3D. Rasanya masih terasa aneh, hanya untuk melihat televisi saja, suatu bentuk hiburan yang instan maka harus mengenakan aksesori tambahan.

Hip Master

Tuesday, April 6, 2010

Tech & Ent: Gebrakan Baru Playstation Tidak Benar-Benar Menggebrak



Nintendo Wii dengan cerdik, atau lebih tepatnya cepat, mengisi kejenuhan dunia konsol game. Sensor geraknya membuat Wii diterima dengan baik oleh pasar, walaupun pemakainya berarti harus berkeringat kini karena bukan hanya jempolnya saja yang bergerak.

Seperti yang telah diduga sebelumnya, Playstation yang kini ketinggalan kereta, airnya harus mengikuti kereta terdepan yang sekarang dilokomotifi oleh Wii. Playstation tahun ini akan segara meluncurkan konsol terbarunya, atau lebih tepatnya controler terbarunya. Kali ini, penggunanya menggunakan gerak tubuhnya untuk mengendalikan karakter di dalam game. Terasa seperti sama dengan Wii? Memang sama.

Yang membedakannya adalah Playstation memberikan gambar lebih kinclong dengan kapasitas Blue Raynya. Gambar berdefinisi tinggi memberikan kenyataan virtual bahwa pemain seakan-akan berada di kungkungan lingkungan game. Tapi tetap saja tidak terlalu revolusioner.

Langkah berikut dari Microsoft dengan Xbox juga kurang lebih akan berkisar di controler dengan sensor gerak. Bukan berita baru juga kalau Microsoft ikut mengekor produk yang sudah laku di pasar.

Hip Master

Monday, March 1, 2010

Tech & Ent: Apakah Mereka Mendengar Kicau Burung?


Setelah demam Facebook, Indonesia kini terkena demam Twitter. Dengan 140 karakter saja, pesan kita sampai ke semua follower dan kalau dinilai cukup menarik, maka pesan tersebut akan diteruskan ke follower yang lain.

Bukti kalau Twitter sedang tren di Indonesia adalah untuk beberapa kali topik yang berbau lokal sempat menjadi trending topic, apalagi yang berkaitan dengan bencana dan kematian. Satu tweet dari orang luar sana sempat mampir menanyakan kenapa tiap ada bencana di Indonesia kemudian bisa jadi trending topic? Ternyata tidak juga. Sempat ada beberapa topik yang gak penting-penting amat, sama sekali tidak informatif, juga masuk ke trending topic. Ini memperlihatkan wajah para pengicau burung di Indonesia, bahwa tweet yang menarik berkisar pada sesuatu yang maha penting seperti bencana dan sesuatu yang sama sekali tidak penting seperti tebak-tebakan nama artis.

Ternyata kicau burung Indonesia kini sudah melangkah lebih jauh. Mereka membangun suatu fans base yang kemudian diteruskan ke artis yang mereka sukai. Banyak di antara account Twitter fans base ini menggalang masa untuk membuktikan bahwa para penggila artis tersebut siap menyambut kedatangan, alias mereka menggelar konser. Tanpa lelah mereka berkicau untuk meminta artis datang ke Indonesia.

Mari kita mengesampingkan peran promotor dalam mendatangkan artis luar ke Indonesia. Agar mereka datang ke sini, maka perlu perantara yang menyiapkan segala kebutuhan artis akan panggung yang layak serta tentu saja akomodasi yang nyaman.

Tweet para penggemar sebenarnya juga punya peran penting dalam mendatangkan artis luar negeri. Dari jumlah pengikut bisa diperkirakan berapa banyak yang mau mengeluarkan uang untuk menonton konser. Hitungan bisnis mulai berjalan di sini. Kalau jumlahnya dianggap cukup layak, maka peluang artisnya datang akan semakin besar.

Selanjutnya artis bisa menawarkan diri ke promotor, apakah mereka bisa naik panggung di Indonesia. Kalau promotor tertarik, maka hubungan bisa berlanjut.

Hal seperti ini belum pernah terjadi sebelum era web 2.0. Jejaring sosial membuat komunikasi semakin transparan serta dapat menjerit sekuat tenaga. Jeritan tersebut akan sampai ke target, tapi masalahnya apakah mereka akan mendengarnya.

Dengan berjubelnya kicauan burung tiap hari, bisa jadi teriakan akan terlewat begitu saja. Tapi kalau kuantitasnya banyak, peluang juga seharusnya semakin besar. Siapa tahu Twitter sedang tersenyum dan membuat penggemar di Indonesia lebih beruntung.

Not-so-pink Chick

Monday, February 22, 2010

Tech and Ent: Hiburan + Keren = iPad


Dengan segala kekurangan dan hujatan yang diberikan oleh para bukan penggila Mac kepada iPad, kami bisa bilang sejauh ini iPad adalah gadget terkeren yang dapat memenuhi hasrat kami akan hiburan. Kami sendiri menggunakan Windows dalam menulis postingan L@L, dan sampai saat ini masih belum memegang iPad secara langsung. Jadi posting ini lebih banyak asumsinya daripada praktek nyatanya.

Tapi ini tidak menghalangi kami untuk menulis posting tentang iPad. Walaupun iPad adalah iPod Touch dengan ukuran lebih besar, ini adalah gadget dengan ukuran dan berat yang tepat untuk dibawa jalan-jalan.

iPad memiliki keunggulan lebih dibandingkan iPod Touch karena ukuran layarnya membuat tampilan video menjadi lebih enak untuk ditonton. Semua orang juga tahu, menonton video di layar besar lebih enak dari pada di layar kecil.

Menjelajah rimba web juga menjadi semakin menyenangkan kalau berlayar lebih besar. Tampilan web tidak perlu diperbesar lagi agar lebih enak membaca dan lebih puas melihat gambar. Yang diperlukan hanya menurunkan layar ke bawah untuk menyelesaikan bacaan.

Keyboard touchscreen juga seharusnya lebih enak untuk dipakai dibanding di layar kecil. Kalau punya jari yang besar pasti sudah pernah merasakan betapa menderitanya mengetik di layar sentuh. Mengunjungi situs jejaring sosial menjadi lebih menyenangkan menggunakan iPad.

iPad juga memberi ruang yang besar untuk membaca ebook. Sementara Kindle dan Nook hanya berfokus kepada alat untuk membaca, iPad menyertakan kebisaan yang lain ke dalamnya. Membaca akan lebih enak jika disertai dengan mendengarkan lagu favorit. Hebatnya semua itu keluar dari gadget yang sama.

Tulisan di atas memang terlalu memuji-muji iPad. Bagaimanapun iPad memimpin di segi kekerenan. Ada kemungkinan besar produk serupa iPad akan diluncurkan oleh merek yang lain. Dan mungkin saja produk lain akan memiliki fitur lebih canggih dibandingkan iPad. Tapi di sini,di Live@Loud kami memberi kekerenan nilai lebih. Rasanya berbeda memegang produk Apple di mal sambil dilihat oleh orang lain yang ingin punya produk yang sedang dipegang.

Hip Master

Wednesday, December 16, 2009

Tech and Ent: Demam 3D Dimulai dari Avatar


Posting minggu ini tidak bisa lepas dari akan diputarnya Avatar, film yang disebut-sebut menjadi tonggak arah baru Hollywood. Pada tanggal 18 Desember ini, kita akan melihat apakah perjudian terbesar Hollywood dapat mengembalikan modal dan meraup keuntungan besar.

Setelah lama tidak muncul setelah Titanic, sutradara James Cameron harus menunggu 18 tahun untuk memastikan filmnya yang berikut harus memiliki faktor wow yang membuat mulut penonton menganga. 3D menjadi pilihannya, format yang mengajak penonton di bioskop gelap tenggelam dalam alam buatan layar lebar. James Cameron rela menunggu selama itu untuk memastikan konsep yang dia mau dapat diterjemahkan ke layar, karena dalam kurun waktu tersebut teknologinya terus berkembang.

Film yang diperkirakan akan berdurasi lebih dari dua jam ini akan memunculkan benda, alien dan lingkungan keluar dari layar. Setelah selama banyak dekade film hanya dinikmati melalui dua dimensi saja, ditambah dengan tata suara membahana, penonton cukup puas. Kini mereka diberi sesuatu yang baru.

Walaupun sebelumnya sudah ada beberapa film berformat 3D, tetapi Avatar dijanjikan akan memberikan sesuatu yang lain. Ekspektasi yang dibangun tim pemasaran dan publikasi membuat calon penonton berharap banyak. Seperti publik yang menunggu-nunggu evolusi film saat film bersuara dan berwarna pertama kali diluncurkan. Bukan tidak mungkin, format 3D dengan cepat akan diadopsi oleh sebagian besar film nantinya. Para pelaku industri ini akan menunggu hasilnya setelah Avatar diputar.

Sebagai industri yang berusaha mengeruk profit sebesar-sebesarnya, ada kemungkinan format 3D tiak hanya akan berhenti di layar bioskop saja. Produk film harus diperluas untuk memperpanjang aliran masuknya uang. Setelah puas mendapatkan sensasi 3D di dalam bioskop maka penonton akan mencari produknya untuk dapat dinikmati di lain waktu di rumah.

Untuk saat ini, penonton akan digiring ke bioskop dulu. Teknologi 3D yang hadir di rumah masih ditahan dulu peluncurannya, walaupun di dekade sebelumnya sudah ada tayangan 3D untuk televisi. Tetapi hype 3D di rumah masih dibuat misterius.

Sampai waktunya Avatar mencetak hit besar di bioskop dan kemudian harus turun ke keping DVD, baru misteri menikmati 3D di rumah akan terkuak. Apalagi layar televisi di rumah semakin besar saja, ini membuat format 3D di rumah dapat lebih mulus masuk ke dalam ruang keluarga. Tapi untuk sementara ini, untuk menutup tahun ini, mari kita nikmati sensasi 3D di bioskop dulu.

Hip Master

Monday, December 7, 2009

Tech and Ent: Konten Hiburan Di Mana Pun


Posting minggu lalu adalah membicarakan mengenai kebutuhan storage untuk menyimpan konten hiburan. Bisa dilihat lagi di sini. Setelah punya ruang yang cukup untuk menghimpun semua keserakahan kita, maka selanjutnya diperlukan cara untuk menikmatinya.

Kalau storage itu selalu berada di sebelah perangkat pemutar konten, maka tidaka ada masalah. Tapi seberapa sering storage itu akan selalu berada di samping perangkat? Bagaimana dengan kenyamanan menikmati konten kalau kita harus bergerak berpindah ruangan, atau bahkan bepergian sehingga kita harus meninggalkan storage di rumah?

Terdapat produk teknologi yang bisa memberikan kesenangan kita menikmati file hiburan digital ke mana pun kita melangkah. Salah satu produk yang ada di pasaran adalah Linksys by Cisco Media Hub, untuk singkatnya sebut saja Media Hub.


Sesuai namanya produk ini adalah tempat berkumpulnya konten hiburan, dan setelah dikumpulkan maka konten yang terdapat di dalamnya dapat dialirkan ke mana saja selama ada Internet berkecepatan tinggi. Internet berkecepatan tinggi diperlukan banget di sini agar konten seperti musik dapat distreaming tanpa patah-patah. Sungguh tidak enak kalau kita menikmati musik secara patah-patah. Jadi buat rumah yang punya koneksi Internet yang kecepatannya tanggung dan tidak unlimited penggunaannya, mimpi aja dulu deh.

Apalagi kalau kita punya perpusatakaan konten yang kapasitasnya gila banget. Akhirnya kita punya justifikasi terhadap keserakahan digital. Tidak cuma untuk dinikmati diri sendiri, konten yang yang tetap berad di rumah kita bisa dinikmati oleh orang lain. Tentu perlu password untuk masuk ke dalam Media Hub sebagai penjaga pintu. Karena itu pikirkan baik-baik siapa saja yang akan diberikan akses ke dalam alat canggih ini.

Apakah bisa dinikmati secara tanpa kabel juga? Hari gene harus pakai kabel juga? Tentu saja selama Internetnya cukup kencang. Pasang WiFi di rumah, maka hiburan bisa dinikmati di sudut mana pun di dalam rumah. Dengan teknis tambahan, konten tidak hanya bisa dinikmati lewat komputer saja, tapi juga bisa dinikmati di layar televisi. Kalau pun di luar rumah, asalkan koneksi WiFinya kencang, maka kita juga masih bisa mengakses dan menikmati konten.

Jadi kita tidak harus mengisi iPod (siapa juga yang punya Zune) dengan segalanya dan tidak perlu punya yang kapasitas 120GB? Perhatikan, cuma iPod Touch dan iPhone yang punya kemampuan WiFi. iPod lain dengan spec teknis lebih rendah tetntu tidak berlaku di sini. Dengan sedikit berkeringat dan tanya sana-sini yang mengaku ahli Apple, maka tidak perlu lagi repot mengantungi storage tambahan. Tinggalkan di rumah, dan biarkan Internet bekerja.

Hip Master

Tuesday, December 1, 2009

Tech and Ent: Siapkan Ruang Simpan Untuk Ledakan File Hiburan

Siapa bilang file digital tidak memerlukan ruang yang besar? Untuk menyimpang piringan hitam, kaset dan CD memang memerlukan ruangan fisik yang luas, bahkan bisa memerlukan ruangan yang luas kalau untuk kolektor sejati. Tapi kalau file digital? Yang diperlukan hanya hardisk dengan ukuran fisik kecil yang sekarang banyak tersedia di mal TI. Secara fisik memang kecil, tapi bagaimana dengan luas ruang simpan di dalamnya?

Sekarang ini, hardisk yang tersedia di pasaran bukan lagi berkapasitas di bawah 100 GB. Yang ditawarkan sudah lebih di atas angka 100 GB dan bisa mencapai 1 TB. Pada awalnya terasa cukup besar, tapi lihat apa yang terjadi kemudian.

Mari kita misalkan saja terdapat hardisk yang kita dedikasikan untuk hiburan. Yang termasuk dalam hiburan adalah file yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran sekolah dan pekerjaan. Maka, mari kita singkirkan segala file yang dekat dengan format word, excell, power point serta pdf brosur dan buku pelajaran. Mari lebih fokus ke konten hiburan.

Konten hiburan yang pertama akan dibahas dalam posting ini adalah e-book. Ini adalah file dengan ukuran yang paling kecil. Satu buku tipis bisa berukuran tidak sampai 1 MB, sedangkan yang tebal bagaikan tumpukan batu bata masih dalam ukuran angka kecil MB.

Berikutnya adalah foto. Foto dengan resolusi rendah bisa berukuran ratusan KB saja. Tapi foto dengan detil tinggi yang dapat diperbesar untuk dijadikan wallpaper kamar bisa bermega-mega ukurannya. Foto menempati urutan kedua dalam ukuran besar file, apalagi kemudahan foto digital membuat kita semakin banyak menumpuk gambar tanpa dicetak di dalam hardisk.

Masuk di urutan ketiga adalah file musik. Tergantung dari bit rate dan jenis filenya, dengan kualitas yang layak dengar, satu lagu bisa berukuran sekitar 10 MB. Jika satu album diasumsikan berisikan 10 lagu, maka totalnya mencapai 100 MB. Kalau punya fasilitas broadband, sering kali kita tergoda untuk mendownload sebanyak-banyaknya (baik dari sumber resmi maupun bajakan), tanpa kemudian kita dengan seksama mendegarkannya satu persatu. Parahnya lagi, file-file lagu tersebut kita biarkan tersimpan dalam hardisk.

Film adalah file yang mengkonsumsi ruang simpan digital terbesar. Satu film kualitas DVD biasa sudah mencapai angka giga. Kalau HD bisa jauh lebih tinggi lagi. Untuk mengawetkan koleksi film, maka menyimpannya dalam hardisk adalah salah satu caranya.

Masih berpikiran menyimpan file digital hanya perlu sedikit ruang? Bayangkan seberapa sering dan seberapa cepat kita bisa memenuhi ruang kosong di dalam hardisk. Kemudahan foto digital, bandwidth makin tinggi dan murah serta produk bajakan membuat kita semakin rakus dan memerlukan banyak ruangan untuk menyimpan.

Pola hidup digital seperti ini akan membuat kita memerlukan ruang simpan lagi dan lagi. Satu hardisk memang berukuran jauh lebih kecil dibandingkan dengan satu lemari CD. Kapasitasnya pun jauh melampaui lemari.

Saat file sudah tersimpan dengan baik di dalam hardisk, kemudian timbul pertanyaan berikutnya. Dengan sebegitu banyak file yang tersimpan, sedangkan waktu di rumah sedikit, bagaimana caranya agar bisa lebih banyak menikmati konten digital yang berada dalam hardisk di rumah? Problem lagi bukan, karena keserakahan kita? Ikuti terus di posting berikutnya untuk mendapatkan jawaban.

Hip Master

Monday, October 26, 2009

Tech And Ent: Kepemilikan Digital

Pernahkah memiliki kondisi seperti ini? Kita sudah membeli produk original, entah itu musik, film atau, buku. Tetapi kemudian hari apa yang kita beli rusak (karena terbanting, perawatan yang kurang baik atau termakan umur) atau hilang (karena tercecer saat pindahan, dipinjam teman dan tidak balik). Sayangnya produk itu sangatlah bagus sehingga terasa sekali kehilangannya. Sedangkan pada saat mencari produk itu untuk membeli ulang, yang ditemukan di toko adalah produk dengan harga lebih mahal atau bukan sudah tidak tersedia lagi untuk dijual.

Menghadapi kondisi seperti itu, apa yang harus kita lakukan? Kalau termasuk sebagai warga dunia yang baik, maka penyelesaiannya adalah jelas membeli ulang. Kalau memang punya duit, beli yang lebih mahal, ingat tiap tahun ada inflasi. Kalau belum punya duit, menabunglah atau menunggu dengan harap-harap cemas toko akan mengeluarkan produk dengan harga yang lebih murah. Kalau tidak ada di toko sekitar, larilah (atau lebih tepatnya kliklah) toko virtual yang bisa saja sebenarnya tokonya adalah tetangga dekat kita.

Bicara mengenai virtual, maka kita juga bisa berbicara tentang digital. Produk yang bukan fisik. Produk non fisik ada yang legal dan ilegal. Teman-teman sekitar yang bingung kenapa kami di Live@Loud sering sekali membeli produk legal memberikan kata-kata bijaknya sehubungan dengan topik ini. Begini kesimpulan dari obrolan yang kami petik, "Ingat, kita sudah pernah membelinya. Kita punya hak kepemilikan dari produk tersebut. Kalau ternyata produk yang kita miliki rusak atau hilang dan kemudian kita tidak bisa membelinya karena apapun alasannya, maka kita bisa mengunduh versi digital yang ilegal. Karena toh kita sebenarnya sudah membelinya secara teori." Kata kuncinya adalah kita sudah pernah membelinya, ngapain kita beli untuk kedua kalinya.

Kalau tidak dipikir lebih lama, alternatif untuk mencuri di Internet adalah pilihan yang sangat menggoda. dengan modal komputer dan koneksi Internet dibayarin orang tua, maka format digitalnya sudah bisa langsung siap dinikmati. Tapi kalau dipikir berkali-kali lagi, apakah cara ini benar? Seberapa jauh kita bisa memperpanjang hak kepemilikan kita terhadap suatu produk. Apakah kita memang punya hak untuk mengambilnya di Internet, dengan segala alasannya?

Logikanya begini. Bayangkan kalau produk yang rusak dan hilang itu bukan produk yang tersedia secara digital. Bayangkan kalau produk itu sebuah jam tangan, baju, celana dan lainnya. Tidak lah mungkin kita bisa datang ke toko untuk kemudian meminta ganti dengan alasan barang yang kita beli sebelumnya sudah rusak atau hilang.

Setelah kami pikir ulang dan melalui diskusi panjang, yang seharusnya kita lakukan adalah membelinya kembali.

Old Skuller

Thursday, October 15, 2009

Tech & Ent: Broadband dan Perilaku Berinternet

Kadang kami suka berandai-andai, apa yang kami lakukan kalu saja kami diberi kemewahan broadband seperti yang didapat di negara lain, seperti Amerika Serikat dan Korea Selatan. Kami tidak memikirkan biayanya, karena yang pasti semakin cepat semakin mahal. Yang kami bayangkan adalah seandainya saja di Indonesia tercinta ini, broadband bisa berarti lebih cepat dari biasanya.

Pasti kami akan sangat tergoda untuk mendownload segala macam benda yang bisa didownload. Benda tersebut bisa berupa musik, film, buku, komik dan segala macam yang bisa masuk di hardisk kami yang kapasitasnya terbatas. Maklum namanya juga berkhayal, boleh dong lebih besar keinginan daripada kapasitas hardisk.

Tapi setelah didownload mau diapain lagi? Dengan kemampuan super cepat tentunya jumlah yang bisa didownload lebih banyak daripada kemampuan download kami yang maksimal 200 mega per hari. Itu pun sudah kami tinggal ke mana-mana, pagi dimulai hari gelap baru matang.

Tapi tidak adakah hal berguna lainnya yang bisa dilakukan oleh kami? Seharusnya ada. Misalnya kami akan lebih banyak membuat video untuk kemudian kami pamerkan ke dunia. Kami akan membuat toko virtual dengan tampilan menarik dengan flash dan video sehingga menarik pembeli. Kami akan lebih sering cari uang saku tambahan dengan menjajakan energi kreatif ke siapa saja di dunia ini yang bersedia membayar. Danlainnya masih banyak lagi.

Selesai membuat daftar panjang yang dapat kami lakukan dengan broadband, kami kemudian membandingkannya dengan aktivitas negatif. Ternyata daftar positif kami jauh lebih panjang daripada daftar seputar download konten ilegal. Ini memberikan kami keyakinan bahwa broadband bagaimanapun pasti lebih banyak gunanya daripada mudaratnya.

Jadi siapa saja yang membaca konten ini dan memiliki kuasa untuk menggelar broadband secara lebih cepat dan lebih luas, jangan ragu-ragu lagi. Kalau kata koran-koran dan para pakar, broadband nantinya pasti akan mendorong perekonomian. Kami tidak mengerti maksudnya, tapi untuk saat ini kami amini saja dulu.

Hip Master

Wednesday, October 7, 2009

Tech & Ent: Digital Lebih Murah

Kalau kamu termasuk orang yang membeli konten digital dan tidak peduli dengan fisik packaging, maka teruskan membaca posting ini. Sebelum era digital, para konsumen harus memiliki kantung yang tebal untuk mendapatkan prduk-produk impor sampai datang ke depan rumahnya. Soal harga pokok produknya belum tentu lebih mahal. Di Internet, kalau rajin mencari, maka bisa didapatkan harga pokok yang lebih murah bahkan mungkin lebih murah daripada produk rilisan lokal berlisensi. Yang membuat konsumen harus mengeluarkan lebih banyak uang adalah untuk biaya pengiriman dan biaya bea masuk impor. Bisa jadi nilai total keseluruhan naik dua kali lipat dibandingkan dengan harga pokok produknya dan lebih mahal daripada membeli versi impor di toko lokal.

Sampai datanglah era digital. Produk-produk yang dulunya fisiknya harus dikapalkan kini bisa lebih cepat diterima di tangan pembeli dengan cara mendownloadnya.

Bagi penggemar buku, pembelian digital diterima dengan lebih baik. Selama harga digital bisa lebih murah daripada harga fisik impor di toko lokal, maka fitur digital ini akan sangat membantu.

Bagi penggemar film juga tidak banyak masalah. Siapa yang masih perlu untuk menyimpan cover dari DVD? Tapi siapa juga yang membeli film lewat Internet di Indonesia?

Pro dan kontra lebih banyak terjadi di industri musik. Banyak yang berteriak bahwa format digital belum bisa menjembatani kebutuhan semua artis. Tapi sebagai teknologi baru, maka pasar terus didesak untuk mengkonsumsinya dengan cara baru. Ini era digital man! Fisik sudah terlalu tua.

Bagi yang lebih mementingkan konten daripada sampul album, mereka sangat berterima kasih dengan tersedianya format digital. Para penggemar musik lebih mudah untuk mencari tambahan koleksi lewat Internet dan segera menikmatinya tersaji masuk ke dalam komputer.

Apalagi jelas biaya yang dikeluarkan lebih murah. Gampang dicari, lebih cepat sampai untuk dinikmati, tidak ada biaya pengiriman, tidak ada biaya bea masuk impor.

Saatnya untuk pindah ke digital? Mungkin belum sepenuhnya. Perlu satu generasi lagi untuk mendigitalkan semuanya.

Atau nanti tiba-tiba muncul teknologi baru yang menggantikan format digital? Kita tidak tahu.

Hip Master

Wednesday, September 16, 2009

Tech & Ent: Microsoft Belum Menyerah Lawan Apple



Sebenarnya I can tell the different. Katanya pemutar MP3 berlayar sentuh milik
Microsoft, yang diberi nama Zune HD, seperti namanya dilengkapi dengan HD. Di layar sekecil itu, apakah HD bisa berpengaruh besar? Lalu bagaimana dengan perangkat lain yang mendukungnya? Apakah terdapat banyak pilihannya?


Tanya terus nih...beli aja belum tentu.

Buat yang mencari pemutar MP3 alternatif, produk ini boleh dicoba untuk menemani mudik lebaran...tahun depan. Karena produk ini jelas belum tersedia di Indonesia dalam minggu ini.

Not-so-pink Chick

Thursday, September 10, 2009

Tech & Ent: Tidak Ada Yang Ngerock Dari Apple


Penyingkapan produk baru Apple di tangal keramat 9-9-09 tidak memberikan kejutan bagi kami. Dengan diberi tema It's only rock and roll, but we like it, kami mengharapkan sesuatu yang akan mengguncang pasar. Apalagi di perayaan yang lain pada tanggal yang sama diadakan peluncuran game Rock Band: The Beatles dan peluncuran box set The Beatles Remaster. Seharusnya event Apple ini akan ngerock. Tapi ternyata tidak.

Kami berharap dalam waktu yang berjalan, Apple akan lebih banyak tahu tentang musik, bukan hanya mencoba untuk merekayasa ulang industri musik. Dalam event ini, tidak ada pengumuman yang benar-benar ngerock. Tidak ada hal yang membuat para penggemar musik benar-benar terpesona dengan pengumuman yang dibuat Apple.

Pemutakhiran software iPod Touch dan iTunes bukanlah sesuatu yang sangat menggembirakan. Penawaran LPs dari iTunes juga bukanlah sesuatu yang terobosan. Ide untuk memberikan album art dan linear notes adalah ide yang usang. Menambahkan materi extra untuk konten seharga $11 juga bukan sesuatu yang membuat kami buru-buru membelinya.

Puncak dari acara yang diharapkan menjadi puncak dari gairah pasar, ternyata mengecewakan. Apple menambahkan radio dalam iPod Nano. Haloo....Apple ke mana aja sih? Apple menambahkan kamera video ke dalam iPod Nano. Haloo...Apple ktinggalan banget sih?

Tambahan dua fitur ini tidak membuat kami bergairah untuk membelinya. Dua fitur ini sudah banyak ditawarkan oleh pembuat perangkat lainnya. Apple dalam hal ini tidak melakukan inovasi. Mereka hanya orang-orang malas yang maunya aman saja memberikan fitur yang diinginkan oleh penggemar iPod (karena takut memakai perangkat lain tidak kelihatan ngetren), tapi belum ada di iPod, sementara di perangkat lain fitur ini muncul.

Dari keseluruhan acara itu, bisa disimpulkan acara tersebut sama sekali tidak rock and roll, dan The Rolling Stones seharusnya malu membiarkan lagunya dipakai Apple. Serta katalog The Beatles tetap tidak tersedia di iTunes.

9-9-09 dimenangkan oleh The Beatles, dan Trans Studio di Makassar.

Not-so-pink Chick

Tuesday, September 8, 2009

Tech & Ent: Harga Sebuah Album

Sementara harga album fisik berbentuk CD masih berupa misteri, berapa sebenarnya harga yang layak karena di Glodok CD dengan kualitas cover fotocopyan bisa dijual di bawah Rp 10 ribu. Sekarang sudah ada misteri lain lagi menanti, yaitu berapa harga yang layak untuk album berbentuk digital.

Sebagai gambaran saja, kalau digeneralisasi, harga untuk satu single digital adalah $0,99. Sedangkan untuk satu album harganya menjadi $9,99. Ini berarti mereka menganggap sebuah album biasanya berisikan 10 lagu. Padahal pada kenyataannya ada satu album yang berisikan satu lagu yang super duper panjang.

Inilah salah satu ketidakseragaman dari sebuah karya musik. Para eksekutif industri retail yang tidak mengerti akan musik seenak perutnya mematok harga ritel digital. Padahal di dunia digital semuanya bisa saja terjadi.

Apa dasarnya mereka memasang harga sekian dollar, sedangkan ada toko digital kecil lain yang memberikan penawaran terserah bayar berapa saja, bahkan ada menawarkannya dengan gratis.

Elemen biaya yang muncul kurang lebih tidak banyak berbeda dengan CD fisik. Dari sekian harga yang ditawarkan di dalamnya sudah ada elemen royalti untuk artis, promosi, pemeliharaan situs dan infrasruktur. Kalau kita menghilangkan elemen lain seperti yang terdapat pada album fisik, seperti produksi CD, produksi artwork, distribusi dan penyimpanan, apakah benar pemotongan harganya bisa menghemat sekian dollar?

Jawabannya: tidak ada yang tahu pasti. Karena harga-harga ini masih termasuk misteri terbesar di dunia.

Kalau kami boleh menentukan harga album digital, maka terdapat dua pilihan kami. Kalau si artis mau membagikannya secara gratis, silakan saja, kami justru sangat senang karena merasa tidak bersalah. Pilihan kedua adalah membayar terserah berapa saja, asalkan tidak lebih dari $1 agar tidak kalah bersaing dengan harga Glodok.

Mungkinkah dijual $1 dan tetap mendapatkan keuntungan? Di dunia digital, tidak ada yang tidak mungkin.

Not-so-pink Chick

Monday, August 31, 2009

Tech & Ent: Ucapan Terima Kasih Kepada MySpace

Dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada MySpace. Karena lewat MySpace kami bisa mendengarkan album-album baru yang distreaming secara gratis. Kami juga bisa streaming album-album lama dengan gratis juga.

Di jaman ekonomi sulit seperti sekarang ini, adalah perlu untuk semakin teliti sebelum membeli. Kehadiran MySpace dengan segala kebutuhan pendengar sebagai calon pembeli bagaikan oase di padang pasir.

Dengan MySpace paling tidak kita tidak merasa bersalah, karena dapatmendengar lagu dengan jalur legal. Toh thin line yang membedakan antara produk legal dan ilega hanyalah rasa berdosa pada saat kita menikmatinya.

Not-so-pink Chick

Thursday, August 13, 2009

Tech & Ent: Format Musik Masa Depan adalah Musik Digital dengan Kualitas Suara Tinggi

Bagi sebagian orang, musik digital bukanlah pilihan. Kualitas suaranya yang cenderung tipis masih kalah jauh dibandingkan produk-produk fisik, yaitu CD dan piringan hitam.

Melihat tren ke depan adalah digital, sementara belum semua orang beralih ke digital, kecuali sampai mereka yang tua-tua ini meninggal, maka Dr. Dre, Jimmy Iovine, Interscope Chairman, dan Hewlett-Packard berkolaborasi untuk menyelamatkan masa depan. Tujuan kolaborasi ini adalah untuk membuat kualitas suara yang lebih baik dari musik digital. Selain itu juga agar format ini dapat dimainkan dengan baik di perangkat audio mahal.

Kami masih belum yakin atas inisiatf ini. Banyak hal bisa terjadi di dunia digital. Termasuk kompabilitas, dukungan dari vendor lain, dan yang paling utama adalah tingkat penerimaan publik.

Untuk sementara, niat untuk membuat musik digital lebih berkualitas suaranya patut diberi tepuk tangan. Selanjutnya bagaimana cara menjualnya.

Old Skuller

Thursday, August 6, 2009

Tech & Ent: Ikuti Selebriti Lewat Twitter, Lebih Gratis Daripada SMS Premium


Pada jaman dahulu kala, jauh sebelum web 2.0 berkembang pesat dan kini bisa dibawa-bawa di tangan, salah satu sumber pemasukan selebriti adalah SMS premium yang berisikan update tingkah polah selebriti. Harganya lumayan, tapi bagi die hard fans harga bukanlah topik diskusi.

Sampai kemudian muncul lah burung kecil yang bernyanyi-nyanyi. Twitter tiba-tiba saja mencuat untuk dijadikan alat meningkatkan ketenaran. Para selebriti kemudian jadi lebih terbuka untuk para fansnya mengikuti kehidupan sehari-harinya.
Kami sebagai rakyat biasa, tentu tergiur dengan cara ini. Jika dulu kami hanya bisa membayangkan mereka ngapain saja hari ini, apakah ada pesta gila-gilaan, kini kami bisa terus mengikuti mereka.

Dan hebatnya lagi, kami bisa membalas tweet mereka. Kami bisa berkomunikasi dengan mereka yang berada di awan.
Hebatnya lagi ini gratis. Gak perlu bayar SMS tiap bulan. Ini juga jauh lebih asik daripada SMS. Bisa juga lihat-lihat photo. SMS premium is so decade ago.

Hip Master

Wednesday, August 5, 2009

Tech & Ent: RBT adalah Indonesia, dan Indonesia adalah RBT



Indonesia ini adalah anomali untuk urusan teknologi. Handphone paling mahal justru paling banyak dibeli di Indonesia. Hanya untuk ber-Facebook dan chatting gratis, maka terjadilah demam BB.

Itu dari sisi hardwarenya, dari sisi layanan telekomunikasi, Indonesia juga termasuk anomali. Kelainan yang tidak terjadi di belahan dunia lain tersebut adalah Ring Back Tone atau disingkat RBT. Sementara di negara-negara lain RBT tidak laku, justru di negeri kita tercinta ini RBT laku keras.

Para pemakai handphone dengan suka cita dan rela mengeluarkan sekian rupiah dalam satu bulan, bukan jumlah yang besar memang, untuk menggunakan RBT lagu tertentu. Mungkin ini adalah tanda para penggemar mengapresiasi dengan membeli RBT, daripada beli CD lebih mahal daripada RBT. Juga apresiasi dari para penggemar dengan turut mempromosikan lagu-lagu artis kesayangan ke semua orang yang menelponnya. siapa tahu mereka jadi membeli CDnya.

Sedangkan urusan RBT mencerminkan jati diri penggunanya, itu sih jadi nomor ke sekian. Yang penting eksis.

Hip Master

Tuesday, August 4, 2009

Tech and Ent: Tanpa Riset Kami Berani Mengeluarkan Daftar Alasan Melakukan Download di Internet


Walaupun tanpa riset yang benar-benar scientific, kami bisa mengeluarkan daftar alasan mengapa orang-orang melakukan download lagu di Internet. Karena kami bertemu dengan banyak orang dan mereka tanpa malu-malu mengakui bahwa mereka melakukan download disertai dengan alasannya.

  • Tidak tahu kalau ilegal: Ini benar-benar terjadi. Masih banyak yang tidak tahu kalau download lagu dan film itu ilegal kecuali yang punya hak cipta sudah membebaskannya, atau memang diberikan secara gratis
  • Semangat Gratisan: semboyan mereka, "Kalau bisa gratis, kenapa harus bayar." Kelompok ini tahu persis kalau kebanyakan konten download-an di Internet adalah ilegal.
  • Pedagang CD: Download gratis (kecuali biaya Internetnya), kemudian hasil download dibakar di keping CD atau DVD. Jadilah bisa dijual di lapak di luar arena konser. Bahkan kalau mau calon pembeli bisa pesen mau cari artis yang mana. Bisa nanti didownload dan dibikin diskografinya.
  • Tidak Sabar Tunggu Kiriman Dari Amazon atau Keluar Rilis Lokalnya: Karena keburu teman-teman mailing-list sudah sibuk membicarakan album terbaru, maka daripada kehilangan momentum, sedot dulu. Toh sebenarnya sudah beli, cuma belum sampai di tangan aja.
  • Icip-icip Sebelum Membeli: Karena saking banyaknya pilihan dan terbatasnya dana, maka membeli harus bijaksana. Download beberapa album untuk didengar dulu. Kemudian kalau suka, sisihkan duit untuk beli. Kalau duitnya masih belum cukup, ditabung dulu. Kalau tabungannya masih belum cukup, paling tidak ada niat beli.
  • Kolektor: Semua nama-nama artis yang muncul di media dan blog didownload albumnya. Belum tentu juga didengerin semuanya karena alasan waktu terbatas, tapi paling tidak kalau pengin denger sudah tersedia koleksinya di disk.

Termasuk yang manakah kamu?

Hip Master

Gambar diambil dari Rapidshare

Monday, July 13, 2009

Tech and Ent: Digital Hampir Membunuh Film Layar Lebar dan Bioskop

Indonesia termasuk negara yang dimanjakan oleh Hollywood. Lihat saja, pemutaran perdana film-film blockbuster hanya selisih hari atau bahkan bisa saja lebih dahulu daripada di sana. Jangan terlena dulu. Semua ini bukan karena Hollywood benar-benar mengistimewakan negara ini. Pemutaran perdana besar-besaran di seluruh dunia dikarenakan industri besar itu tidak mau kehilangan pundi-pundi uangnya.

Sebelum jaman ini datang, kita yang di Indonesia harus menunggu berbulan-bulan untuk sampai akhirnya menonton film yang sudah duluan hit di negara-negara lain serta artikel yang memuja-muji film tersebut sudah terpampang di mana-mana. Yang terjadi adalah kita sabar menunggu sampai filmnya naik ke bioskop, atau karena tidak ada kepastian kita menontonnya dari produk bajakan. Kalau saja jadwal tayang di bioskop terpaut waktu agak lama, maka bioskop bisa jadi sepi. Dengan kualitas produk bajakan yang buruk, paling tidak penonton sudah menikmati film itu sendiri ditambah rasa tidak ketinggalan.

Pemutaran perdana di banyak layar adalah antisipasi Hollywood terhadap pembajakan. Internet telah membuat bajakan bergerak lebih cepat. Tanpa perlu pengiriman keping fisik digital, hanya dari komputer di kamar, satu film yang baru saja selesai tayang perdana di belahan negara lain dapat didownload. Ini menyebabkan kerugian bagi Hollywood dan pengusaha bioskop.

jika dibandigkan dengan industri musik yang sudah terlanjur kacau balau, industri film masih sedikit beruntung. Hollywood ibaratnya diisi oleh pihak artis dan label, sedangkan bioskop di sini bertindak sebagai toko CD. Menjual film baru masih diuntungkan dengan hype, di mana calon penonton ingin buru-buru menonton sebelum ketinggalan. Menonton adalah gaya hidup. Ini berbeda dengan musik yang konsumennya merasa tidak apa-apa kalau ketinggalan sebentar.

Saat Hollywood, pihak importir film dan bioskop melihat peluang dan resiko kehilangan yang besar, maka ide pemutaran perdana besar-besaran diusung. Film baru yang diperkirakan akn menyedot banyak penonton diberi layar sebanyak-banyaknya. Kalau perlu dalam satu cineplex hanya menayangkan film itu saja.

Cara berjualan seperti ini membuat penonton mendapatkan peluang lebih besar untuk mendapatkan tiket dibandigkan jaman dulu yang satu sinepleks paling hanya menyediakan dua layar saja untuk film baru. Generasi sekarang ini memang dimanja dengan kecepatan, sehingga mereka merasa termasuk dalam komunitas global. Walaupun hanya lewat menonton film.

Old Skuller
 

Copyight © 2009 Live@Loud. Created and designed by